Ditemukan 37993 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Wina Al Syifa; Pembimbing: Ella Nurlaella Hadi; Penguji: Dian Ayubi, Rita Damayanti, Mimi Mariani Lusli, Noridha Weningsari
Abstrak:
Read More
Perempuan disabilitas merupakan kelompok yang rentan untuk mengalami kekerasan seksual akibat kondisi disabilitas dan stigma di masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui stigma dan coping strategy perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual di ranah personal dengan menggunakan Transactional Stress and Coping Model Lazarus & Folkman (1984) di HWDI Jakarta tahun 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, desain studi kasus pada 4 orang perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dan 8 informan kunci dari keluarga penyintas, Dinas Kesehatan DKI Jakarta, UPT Pusat Perlindungan Perempuan dan Anak DKI Jakarta serta konselor HWDI Jakarta. Pengumpulan data dengan wawancara mendalam dilakukan pada bulan Mei-Juli 2023 dan dianalisis secara konten. Hasil penelitian menunjukkan mayoritas penyintas merasa tidak berdaya, tidak berharga, tidak percaya diri, menarik diri dari lingkungan hingga berpikir untuk bunuh diri. Meski telah mengantisipasi stigma dengan menyembunyikan kekerasan seksual yang dialami, semua penyintas tetap menerima stigma hingga diskriminasi karena kekerasan dan kondisi disabilitas yang dialami. Mayoritas penyintas mendapatkan dukungan keluarga dan komunitas. Pada jenis problem-foused coping, umumnya penyintas mencari bantuan ke keluarga dan/atau profesional, sedangkan emotion-focused coping, mayoritas penyintas berolahraga dan beribadah untuk mengelola emosi, hanya sebagian penyintas mengembangkan humor dan pemaknaan positif. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan sosialisasi kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan terkait kebijakan dan hak disabilitas, cara pelaporan dan penanganan kasus. Sosialisasi kepada masyarakat terkait stigma dan kekerasan seksual diperlukan untuk melindungi dan memenuhi hak perempuan disabilitas.
Women with disabilities are one amongst the groups who are vulnerable to become the target of sexual violence due to their condition and stigma from the public. This research aims to uncover the stigma and coping strategy of women with disabilities who survived personal sexual violence using the Transactional Stress and Coping Model proposed by Lazarus & Folkman (1984) at Indonesian Women with Disabilities Organization (HWDI) Jakarta in 2023. This research uses a qualitative approach with a study case design on 4 women with disabilities who survived sexual violence and 8 key informants which consists of the survivors' families, Jakarta Health Agency, Technical Implementation Unit (UPT) of the Women and Children Protection Centre in Jakarta as well as the counselor of HWDI Jakarta. The data are collected through in-depth interview which was conducted in May-July 2023 and are being analyzed using content analysis. The result shows that the majority of the survivors feel a sense of helplessness, unworthiness, lack of self confidence, forfeit themselves from the society to the extent of even having suicidal thoughts. Even after anticipating the stigma by hiding the sexual violence they have experienced, all of the survivors still received the stigma and discrimination due to the violence and disability condition that they are in. The majority of the survivors received support from their families and community. On the problem-focused coping type, the survivors are generally seeking help to their families and/or professionals, while on the emotion-focused coping, the majority of the survivors do exercises and pray to process their emotions, only a number of survivors develop a sense of humor and positive mindset. Therefore, the government needs to provide and hold socialization to agencies that handle violence concerning the policy and the rights of people with disabilities, how to report and handle cases regarding the issue. Socialization to the public about stigma and sexual violence is also urgent in order to protect and fulfill the rights of women with disabilities
T-6807
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Puspita Alwi; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Ella Nurlaella Hadi, Rita Damayanti, Ujang Suherman, Lady Margaretha F. Sirait
Abstrak:
Read More
Rebranding adalah aktivitas yang mempunyai tujuan untuk melakukan transformasi kedudukan brand dibenak pemilik kepentingan dan menjadikan label serta personalitas pembeda dengan lembaga lain. Upaya rebranding yang dilakukan rumah sakit daerah milik Pemerintah DKI Jakarta mempunyai tujuan untuk memperbaharui posisi brand dibenak masyarakat melalui perubahan nama, logo, posisi brand, dan meningkatkan kesan yang positif serta peningkatakan fasilitas pelayanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan pelayanan dan tingkat keparahan penyakit sebelum dan sesudah dilakukannya rebranding ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ di RSUD Pasar Minggu. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif dengan melakukan studi perbandingan antara dua waktu, sebelum dan sesudah rebranding ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ di RSUD Pasar Minggu pada bulan Mei 2024 dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perbandingan kualitas pelayanan yang terlihat signifikan perubahannya pada dimensi bukti fisik (tangible) dan tidak terdapat program promotif dan preventif yang khusus dibuat sesudah adanya rebranding. Namun, promosi kesehatan pada media sosial terjadi perbaikan dari segi visual dan konten, serta peningkatan intensitas penggunaannya. Tingkat keparahan penyakit belum bisa diukur perbedaannya karena waktu penelitian yang masih sedikit. Kesimpulannya, rebranding ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ memiliki tujuan yang baik, dengan perubahan signifikan terlihat pada logo, sarana prasarana, surat menyurat, dan seragam petugas. Dampak rebranding terhadap tingkat keparahan penyakit memerlukan analisis jangka panjang. Saran peneliti diharapkan Dinas Kesehatan DKI Jakarta melakukan keberlanjutan untuk rebranding ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ dengan menginisiasi program promotif dan preventif dan RSUD Pasar Minggu diharapkan terus berkomitmen melaksanakan makna dari ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ dalam memberikan layanan kepada pasien.
Rebranding is an activity that has aim of transforming the the brand’s position in the stakeholders’s mind and making the label and personality different from other institutions. The rebranding efforts carried out by regional hospitals belonging to the DKI Jakarta Goverment have the aim of renewing brand’s position in the public’s mind through changes in name, logo, brand position, increasing positive impressions and improving service facilities. This study aims to determine the comparison of services and severity level of illness before and after rebranding of ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ at RSUD Pasar Minggu. This research is a descriptive qualitative approach by conducting a comparative study between two period, before and after rebranding 'Rumah Sehat Untuk Jakarta’ at RSUD Pasar Minggu in May 2024, through in-depth interviews with selected informants. The research results show that the comparison of service quality shows significant changes in the dimension of physical evidence (tangible) and there are no specific promotive and preventive programs created after the rebranding. However, health promotion on social media has improved in terms of visuals and content, as well as an increase in the intensity of its use. The difference in the severity level of illness cannot be measured because the research period. In conclusion, the rebranding ‘Rumah Sehat Untuk Jakarta’ has a positive purpose, with the significant changes observed in the logo, infrastructure, correspondence and staff uniforms. The impact of rebranding on severity level of illness requires long-term analysis. Researchers suggest that the DKI Jakarta Health Office should continue the rebranding efforts of 'Rumah Sehat Untuk Jakarta' by initiating promotive and preventive programs and RSUD Pasar Minggu is expected to continue committing to the essence of 'Rumah Sehat Untuk Jakarta' in providing patient services.
T-6958
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Endro Dwi Iswanto; Pembimbing: Dian Ayubi; Penguji: Dien Anshari, Tiara Amelia, Mery Aderita Romaulina, Osi Kusuma Sari
Abstrak:
Read More
Kesehatan mental merupakan salah satu aspek penting dalam mewujudkan kesehatan secara keseluruhan. Secara global, pada tahun 2019 diketahui sekitar 970 juta orang di seluruh dunia hidup dengan masalah kesehatan mental dimana kasus gangguan kecemasan dan depresi yang paling umum. Di Indonesia sendiri ada 19 juta orang mengalami gangguan mental emosional dan 12 juta orang mengalami depresi pada penduduk usia lebih dari 15 tahun. Provinsi DKI Jakarta pun tidak luput dari masalah kesehatan mental. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) Tahun 2023, prevalensi orang dengan masalah kesehatan jiwa di DKI Jakarta sebesar 2.3 lebih tinggi dari rata-rata Nasional yakni 2.0. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku mencari bantuan dipengaruhi oleh faktor predisposisi, pemungkin, dan kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui determinan perilaku mencari bantuan kesehatan mental di Provinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan desain cross-sectional dengan pendekatan kuantitatif. Populasi dan sampel adalah penduduk DKI Jakarta dengan rentang usia 25-34 tahun. Jumlah sampel sebanyak 347 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner dengan teknik pengambilan sampel Quota sampling. Data dianalisis menggunakan uji regresi logistik untuk multivariat. Sebanyak 53.3% responden melakukan perilaku mencari bantuan kepada formal help-seeking dalam 2 minggu terakhir. Variabel jenis kelamin, pekerjaan, literasi kesehatan mental, dukungan sosial, stigma publik, kondisi kesehatan mental, dan riwayat penyakit kronis memiliki hubungan terhadap perilaku mencari bantuan kesehatan mental. Kondisi kesehatan mental menjadi variabel yang paling dominan terhadap perilaku mencari bantuan kesehatan mental di Provinsi DKI Jakarta.
Mental health is one of the important aspects of achieving overall well-being. Globally, in 2019 around 970 million people worldwide were living with mental health issues, with anxiety and depression being the most common disorders. In Indonesia, 19 million people experienced emotional disorders and 12 million suffered from depression among the population aged over 15 years. In the Special Capital Region of Jakarta Province is also significantly affected by mental health issues. Based on the 2023 Indonesian Health Survey (SKI), the prevalence of people with mental health issues in the Special Capital Region of Jakarta was 2.3, which is higher than the national average of 2.0. Factors influencing help-seeking behavior are generally affected by predisposing, enabling, and need factors. This study aims to identify the determinants of mental health help-seeking behavior in the Special Capital Region of Jakarta Province. This study used a cross-sectional design with a quantitative approach. The population and sample consisted of Jakarta residents aged 25-34 years. A total sample size of 347 respondents was recruited. Data collection was conducted by administering questionnaires using a quota sampling technique. Data were analyzed using multivariate logistic regression. A total of 53.3% of respondents reported engaging in formal help-seeking behavior within the last two weeks. Variables such as gender, occupation, mental health literacy, social support, public stigma, mental health status, and a history of chronic disease were found to be associated with mental health help-seeking behavior. Mental health status emerged as the most dominant variable for mental health help-seeking behavior in the Special Capital Region of Jakarta Province.
Mental health is one of the important aspects of achieving overall well-being. Globally, in 2019 around 970 million people worldwide were living with mental health issues, with anxiety and depression being the most common disorders. In Indonesia, 19 million people experienced emotional disorders and 12 million suffered from depression among the population aged over 15 years. In the Special Capital Region of Jakarta Province is also significantly affected by mental health issues. Based on the 2023 Indonesian Health Survey (SKI), the prevalence of people with mental health issues in the Special Capital Region of Jakarta was 2.3, which is higher than the national average of 2.0. Factors influencing help-seeking behavior are generally affected by predisposing, enabling, and need factors. This study aims to identify the determinants of mental health help-seeking behavior in the Special Capital Region of Jakarta Province. This study used a cross-sectional design with a quantitative approach. The population and sample consisted of Jakarta residents aged 25-34 years. A total sample size of 347 respondents was recruited. Data collection was conducted by administering questionnaires using a quota sampling technique. Data were analyzed using multivariate logistic regression. A total of 53.3% of respondents reported engaging in formal help-seeking behavior within the last two weeks. Variables such as gender, occupation, mental health literacy, social support, public stigma, mental health status, and a history of chronic disease were found to be associated with mental health help-seeking behavior. Mental health status emerged as the most dominant variable for mental health help-seeking behavior in the Special Capital Region of Jakarta Province.
T-7394
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Gisti Respati Riyanti; Pembimbing: Ella Nurlaella Hadi; Penguji: Dien Anshari, Rita Damayanti, Bambang Purwanto, Bustomi
T-6927
Depok : FKM-UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Prasita Ayu Widyaningtyas; Pembimbing: Rita Damayanti; Penguji: Evi Martha, Dumilah Ayuningtyas, Bahrul Fuad, Widha Dessy Ardiana
Abstrak:
Perempuan disabilitas menjadi kelompok rentan yang dapat mengalami kekerasan seksual akibat kondisi disabilitas dan ketidaksetaraan gender yang saling beririsan. Pada tahun 2020, kekerasan pada perempuan disabilitas di Indonesia sebesar 77 kasus. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui help seeking behavior oleh perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dengan menggunakan model perilaku pencarian bantuan dari Liang (2005) yang meliputi faktor individu, faktor interpersonal, faktor sosial budaya. Dimana faktor tersebut akan memengaruhi pengenalan masalah, pengambilan keputusan untuk mencari bantuan, dan pemilihan sumber dukungan. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan studi kasus di lembaga X Yogyakarta dengan 4 perempuan disabilitas penyintas kekerasan seksual dan 7 informan kunci. Hasil wawancara mendalam pada mayoritas penyintas menggambarkan persepsi keliru mengenai pemahaman kekerasan seksual dimana kekerasan diartikan sebagai tindakan disertai pemukulan dan bukan pemaksaan. Penyintas memahami kekerasan seksual setelah bergabung ke komunitas disabilitas dan mengikuti pelatihan kekerasan. Semua penyintas awalnya diam dan tidak langsung memutuskan untuk mencari bantuan karena adanya budaya yang menyebutkan bahwa disabilitas adalah orang yang terpinggirkan, kekerasan dalam rumah tangga wajar, dan istri harus patuh pada suami. Sumber bantuan informal dipilih sebagai problem focused coping pada penyintas dibandingkan dengan sumber bantuan formal. Hanya sebagian penyintas yang lanjut mencari bantuan hingga ke sumber formal akibat keluarga yang mendukung atau karena dilakukan pasangan hidupnya. Penelitian ini merekomendasikan pentingnya pemerintah melakukan sosialisasi kepada lembaga yang menangani kasus kekerasan terkait kebijakan tentang penyandang disabilitas serta penyebaran informasi mengenai hak disabilitas, cara pelaporan, dan penanganan kasus. Bagi masyarakat, maka diperlukan sosialisasi terkait kekerasan seksual agar dapat melindungi perempuan disabilitas
Read More
T-6391
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Kliping koran Media Indonesia 2015
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Koran Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Kliping koran Media Indonesia 2015
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Koran Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Kliping koran Media Indonesia 2015
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Koran Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Amelia Dyah Kartika Sari; Pembimbing: Sabarinah; Penguji: Ella Nurlaella Hadi, Evi Martha, Anggi Osyka, Nanang Aminudin Rachman
Abstrak:
Read More
Kekerasan seksual pada anak merupakan silent health emergency yang mempengaruhi status kesehatan dan kesejahteraan anak sepanjang hidupnya. Berdasarkan data SIMFONI PPA pada tahun 2023, kasus kekerasan seksual di Indonesia tahun 2019 hingga 2023 terus mengalami peningkatan dan lebih dari 30% terjadi pada anak usia 13 – 17 tahun. Anak di bawah 17 tahun memiliki kerentanan dasar, namun status disabilitas membuat anak menjadi 2-4 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan dengan anak tanpa disabilitas. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang berkontribusi pada kejadian kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas usia 13 – 17 tahun di Indonesia. Penelitian ini menggunakan kerangka Teori Dependensi Ganda yang menganalisis faktor internal (jenis kelamin, tingkat pendidikan, pengetahuan kesehatan reproduksi, dan status pekerjaan) dan faktor eksternal (tingkat ekonomi, keberadaan orang tua kandung, tempat tinggal, status pasangan, dukungan keluarga, dan dukungan teman) terhadap kekerasan seksual pada anak dengan disabilitas berusia 13 – 17 tahun. Penelitian ini menggunakan data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) di Indonesia pada tahun 2021 dengan desain studi potong lintang dan sampel sebanyak 1.213 anak disabilitas berusia 13 – 17 tahun, yang dianalisis menggunakan uji regresi logistik. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa sebanyak 13,4% anak disabilitas mengalami kekerasan seksual, dengan 72,4% merupakan kekerasan seksual kontak dan 42,9% adalah kekerasan seksual non-kontak. Faktor yang berkontribusi pada kekerasan terhadap anak adalah jenis kelamin (aOR: 1,50; 95% CI: 1,04-2,13), status pasangan (aOR: 1,98; 95% CI: 1,41-2,78) yang merupakan faktor dominan, dan dukungan keluarga (aOR: 1,73; 95% CI: 1,23-2,43). Anak disabilitas yang memiliki pasangan hampir 2 kali lebih berisiko mengalami kekerasan seksual dibandingkan anak disabilitas yang tidak memiliki pasangan, setelah dikontrol oleh jenis kelamin dan dukungan keluarga. Diperlukan peningkatan kesadaran, penguatan intervensi, dan deteksi dini dalam pencegahan kekerasan seksual terhadap anak dengan disabilitas.
Sexual violence against children is a silent health emergency that affects the health and well-being of children throughout their lives. According to SIMFONI PPA data in 2023, cases of sexual violence in Indonesia from 2019 to 2023 have continued to increase, with more than 30% occurring in children aged 13-17 years. Children under 17 have inherent vulnerabilities, but having a disability makes them 2-4 times more likely to experience sexual violence compared to children without disabilities. This study aimed to analyze the factors contributing to the occurrence of sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years in Indonesia. This study used the Double Dependency Theory framework to analyze internal factors (gender, education level, reproductive health knowledge, and employment status) and external factors (economic level, presence of biological parents, place of residence, relationship status, family support, and peer support) affecting sexual violence in children with disabilities aged 13-17 years. This study used data from the 2021 National Survey of Children's and Adolescents' Life Experiences (SNPHAR) in Indonesia with a cross-sectional study design and a sample of 1,213 children with disabilities aged 13-17 years, analyzed using logistic regression tests. Results of this study indicated that 13.4% of children with disabilities experience sexual violence, with 72.4% being contact sexual violence and 42.9% being non-contact sexual violence. Factors contributing to violence against children include gender (aOR: 1.50; 95% CI: 1.04-2.13), relationship status (aOR: 1.98; 95% CI: 1.41-2.78), which is a dominant factor, and family support (aOR: 1.73; 95% CI: 1.23-2.43). Children with disabilities who have partners are almost twice as likely to experience sexual violence compared to children with disabilities who do not have partners, after controlling for gender and family support. Increased awareness, strengthened interventions, and early detection are needed to prevent sexual violence against children with disabilities.
T-6978
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Cindy Margaretha; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Anhari Achadi, Dadun, Iyehezkiel
Abstrak:
Pandemi COVID-19 (Coronavirus Disease) yang keberadaannya pertama kali teridentifikasi pada akhir tahun 2019, telah menjadi masalah kemanusiaan secara global. Peningkatan jumlah kasus COVID-19 terjadi dalam waktu singkat dan membutuhkan penanganan segera. Virus ini dengan mudah menyebar dan menginfeksi siapapun tanpa pandang usia, jenis kelamin, dan status sosial, termasuk penyandang disabilitas. Berdasarkan data secara global pada tahun 2019, diperkirakan 15% dari populasi dunia memiliki disabilitas. Penyandang disabilitas lebih cenderung memiliki kesehatan yang buruk. Situasi pandemi COVID-19 menjadi kekhawatiran khususnya pada disabilitas yang tinggal dalam ruangan terbatas, padat penghuni, tempat tertutup dan keterbatasan lain dalam panti. Penelitian dilakukan untuk menganalisis implementasi kebijakan pencegahan COVID-19 di Panti Sosial Khusus Disabilitas Wilayah Provinsi DKI Jakarta. Peneliti menganalisis proses implementasi kebijakan menggunakan model Edward III, dari aspek: Komunikasi; Sumber Daya; Disposisi; dan Struktur Organisasi. Temuan penelitian ini adalah bahwa Kebijakan pencegahan COVID19 yang tertuang pada Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Kepala Dinas Sosial telah dapat disosialisasikan dan dikoordinasikan dengan baik di setiap panti. Aturan dalam bentuk perundang-undangan tidak ditemukan. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara keseluruhan pelaksanaan kebijakan pencegahan COVID-19 di Panti Sosial Khusus Disabilitas Provinsi DKI Jakarta sudah baik. Namun dalam penanganannya memiliki tantangan tersendiri karena kondisi disabilitas WBS yang memiliki tingkat keparahan disabilitas berbeda-beda sehingga sulit untuk disiplin karena keterbatasan yang mereka miliki. WBS Penyandang Disabilitas mental dan intelektual sulit untuk disiplin dalam menggunakan masker, komunikasi secara personal dan peringatan yang dilakukan secara berulang menjadi solusi penerapan kepatuhan protokol Kesehatan. Rekomendasi lain adalah bahwa Penanganan COVID-19 harus dilakukan dengan kerja sama lintas sektor.
Read More
T-6212
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
