Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 40287 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Iskandar Taran; Pembimbing: Vetty Yulianty Permanasari; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Wiku Bakti Bawono Adisasmito, Asjikin Iman Hidayat Dachlan, Wiendra Waworuntu
Abstrak:
Pandemi Covid-19 telah mengekspos kerentanan dalam sistem kesehatan di Indonesia dan menjadi alarm bagi pemerintah untuk memperkuat kesiapsiagaan di pintu masuk negara. Salah satu instrumen untuk mencegah dan mengendalikan penyebaran penyakit menular yang berpotensi pandemi adalah melalui penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan di pintu masuk Negara dilaksanakan oleh UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan. Namun, kapasitas unit ini dihadapkan pada berbagai tantangan seperti kapasitas koordinasi dan komunikasi lintas sektor di pintu masuk masih lemah dan bervariasi antar wilayah, regulasi yang sudah tidak relevan, keterbatasan SDM, sarana dan prasarana serta teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebijakan terkait kelembagaan, tata kerja dan sumber daya pada UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan di Indonesia. Pendekatan mixed-methods dengan desain explanatory sequential digunakan dalam penelitian ini. Diawali dengan survei online terhadap 287 responden, kemudian dilanjutkan dengan wawancara mendalam dengan 7 informan. Hasilnya, UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan perlu penguatan kelembagaan melalui pembentukan Badan/Direktorat Jenderal yang fokus pada urusan kekarantinaan kesehatan atau bahkan badan mandiri yang mengadopsi model CDC (Center for Disease Control and Prevention) dimana fungsi surveilans, penelitian dan laboratorium berada dalam satu organisasi serta menggunakan pendekatan one-health. Meskipun tata kerja UPT telah berjalan cukup efektif dengan adanya NSPK dan SOP, namun sebagian besar SOP perlu diperbarui agar selaras dengan kebutuhan dan tantangan kekarantinaan kesehatan terkini. Selain itu, masih terdapat kesenjangan antara kebutuhan dan jumlah pegawai yang tersedia yang dapat memengaruhi efektivitas pelaksanaan tugas UPT Bidang Kekarantinaan Kesehatan, sehingga dibutuhkan perencanaan SDM yang lebih terukur, terstruktur, dan berkelanjutan guna memperkuat kapasitas kelembagaan secara menyeluruh.


The Covid-19 pandemic has exposed vulnerabilities in Indonesia’s health system and served as a wake-up call for the government to strengthen preparedness at the country’s points of entry. One key instrument for preventing and controlling the spread of potentially pandemic infectious diseases is the implementation of health quarantine. Health quarantine at points of entry is carried out by the Health Quarantine Technical Implementation Unit (UPT). However, these units face various challenges, such as weak and inconsistent cross-sectoral coordination and communication across regions, outdated regulations, limited human resources, inadequate infrastructure, and insufficient technology. This study aims to analyze policies related to institutional structure, work systems, and resources of the Health Quarantine UPT in Indonesia. A mixed-methods approach with an explanatory sequential design was used, starting with an online survey of 287 respondents, followed by in-depth interviews with 7 informants. The results show that institutional strengthening is needed, including the establishment of an Agency or Directorate General focused on health quarantine affairs—or even an independent body modeled after the CDC (Centers for Disease Control and Prevention), in which surveillance, research, and laboratory functions are integrated under one organization using a one-health approach. Although UPT work systems are relatively effective with the presence of NSPK and SOPs, many SOPs need to be updated to meet current health quarantine challenges. Additionally, a gap remains between workforce needs and available personnel, affecting the effectiveness of the UPT’s functions. Therefore, structured, measurable, and sustainable human resource planning is required to comprehensively strengthen institutional capacity.
Read More
T-7423
Depok : FKM-UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Risma Wardiani; Pembimbing: Wachyu Sulistiadi; Penguji: Adang Bachtiar, Pahrudin Saputra
Abstrak:
Penelitian ini dilatarbelakangi ketertarikan mengenai impementasi Permenkumham No. 217 Tahun 2011 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dan kebijakan turunan dari Dirjenpas Nomor PAS.32.PK.01.07.01 Tahun 2016 mengenai Standar Pelayanan Dasar Perawatan Kesehatan di Rutan-Lapas. Kebijakan ini menjadi kebijakan utama untuk menyelesaikan masalah kesehatan di UPT Rutan-Lapas yang merupakan tempat Warga Binaan dan Tahanan menjalani pelanggaran hukum. Kondisi Rutan-Lapas di Indonesia memiliki jumlah penghuni yang melebihi kapasitas/overcrowded sampai 109%, di wilayah Banten mencapai 211% sehingga termasuk dalam populasi rentan dalam penyebaran penyakit dan merupakan populasi kunci mengingat faktor risiko dari riwayat Warga Binaan dan Tahanan yang rentan. Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Sumber data dari penelitian ini adalah peraturan perundang-undangan, literatur, catatan dokumen, observasi, wawancara mendalam, dan diskusi kelompok terarah. Teknik purposive sampling digunakan untuk menentukan informan penelitian. Penelitian ini menggunakan teori model Van Metter Van Horn (1975) yang terdiri dari dimensi; Standar dan Aturan Kebijakan, Sumber Daya, Komunikasi interaksi, dan Koordinasi, Karakteristik badan pelaksana dan Sikap pelaksana, Kondisi ekonomi, sosial, dan politik, serta Disposisi dan kecenderungan dari pelaksana kebijakan. Peneliti mengambil kesimpulan bahwa kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas wilayah Banten sudah di implementasikan oleh seluruh aktor implementasi namun dilihat dari variabel yang mempengaruhi impementasi Van Metter Van Horn (1975) ditemukan kendala-kendala dalam mendukung proses kinerja implementasi kebijakan yaitu adanya pelayanan promotif dan rehabilitatif yang belum sesuai standar, pemanfaatan sumber daya anggaran yang belum maksimal, SDM kesehatan yang belum merata, fasilitas sarana prasarana pelayanan kesehatan belum lengkap dan dalam kondisi rusak, variabel komunikasi dan koordinasi yang belum memiliki kontrol, karakter dan sikap pelaksana yang belum memiliki penilaian baku, variabel ekonomi, sosial, dan politik memerlukan komitmen lintas kementerian yang perlu dipenuhi, serta variabel kecenderungan dan disposisi belum ada penguatan dan monitoring evaluasi yang berkesinambungan. Hal tersebut harus dipenuhi agar implementasi kebijakan pelayanan kesehatan di UPT Rutan-Lapas dapat dilakukan secara maksimal.



This research had interest in the implementation of Permenkumham No. 217/2011 that concerning Guidelines for Health Services within the Ministry of Law and Human Rights and derivative policies from Dirjenpas No. PAS.32.PK.01.07.01/2016 concerning Basic Service Standards for Health Care in Prisons. This policy is the main policy to solve health problems in Technical Implementation Unit Prison and Detention Center which is a place where Prisoners and Detainees are in violation of the law. The condition of prisons in Indonesia has an overcrowded population up to 109%, in the Banten area it reaches 211% so in the vulnerable population easily spread of disease and key population considering the risk factors from the history of vulnerable Prisoners and Detainees. This study used qualitative descriptive research method. Sources this study are from laws and regulations, literature, document records, observations, in-depth interviews, and focus group discussions. Used purposive sampling to determine research informants. This research uses Van Metter Van Horn's (1975) model theory which consists of dimensions; Standard and Regulation of Policy, Resources, Interorganizational Communication, Characteristic of The Implementing Agencies, Economic Social and Politics Condition, The Dispositions of Implementors. The results show health service policies in Technical Implementation Unit Prison and Detention Center Banten region have been implemented by all implementation actors, but from the variables that affect the implementation of Van Metter Van Horn (1975), Obstacles were found in supporting the performance process of policy implementation, such as: promotive and rehabilitative services that are not like standard, utilization of budget resources have not been maximized, health human resources aren’t distributed well, health service infrastructure facilities are incomplete and in damaged condition, communication and coordination variables hasn’t control yet, character and attitude of implementers don’t have a standard assessment, economic, social, and political variables require cross-ministerial commitments, and tendency and disposition variables that haven’t been strengthened and monitored by continuous evaluation. This must be fulfilled so that the implementation of health service policies in Technical Implementation Unit Prison and Detention Center Banten Region can be running optimally.
Read More
T-6742
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ika Trisia; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Sandi Iljanto, Pujiyanto, Abdurrahman, Gunawan Widjaja
Abstrak: Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan (PPJK) merupakan unsur pendukung pelaksanaan tugas Kementerian Kesehatan di bidang pembiayaan dan jaminan kesehatan. Untuk dapat menjalankan tugas dan fungsinya secara optimal, suatu organisasi perlu didukung dengan struktur organisasi yang mencerminkan sasarandan strategi organisasi. Penelitian ini merupakan studi kualitatif dengan melakukan penelusuran literatur dan wawancara ahli untuk mencari dan memberikan pandangan mengenai peran, tugas, dan fungsi PPJK agar dapat mendukung pembangunan kesehatan secara nasional melalui upaya pembiayaan kesehatan. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi penataan struktur organisasi PPJK yang sesuai dengan perubahan lingkungan strategis, baik internal maupun eksternal.Kata kunci : organisasi, perubahan organisasi, pembiayaan kesehatan
Center For Health Financing And Social Health Insurance (PPJK) is a supportingelement for the implementation of the duties of the Ministry of Health in healthfinancing and insurance sectors. To be able to perform its duties and functionsoptimally, an organization needs to be supported with an organization structurethat reflects its goals and strategies. This is a qualitative research with sourcing ofliterature and interviewing the experts to search and obtain their views in theroles, duties, and functions of PPJK which is supporting the development ofnational health programs through the health financing. At the end, this research isexpected to provide input for the organizational structure of PPJK that align withthe environtmental strategic changing, in both internally and externally.Keywords: organization, organizational change, health financing
Read More
T-4205
Depok : FKM-UI, 2014
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ernisfi; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Anhari Achadi, Vetty Yulianty Permanasari, Enny Ekasari, Novi Andriani
Abstrak: Tesis ini membahas mengenai kinerja Puskesmas dan peningkatan kinerja Puskesmas dalam pencapaian standar pelayanan minimal bidang kesehatan di Kota Depok tahun 2018. Tesis ini menggunakan teori sistem dimana peneliti mendeskripsikan faktor input Puskesmas, factor proses puskesmas berupa penyelenggaraan pelayanan puskesmas dan output Puskesmas yaitu Kinerja Puskesmas berdasarkan 12 indikator SPM. Meode penelitian yang digunakan adalah penelitian mixed methods, yaitu penelitian kuantitatif dari univariate hingga multivariate dengan menggunakan data sekunder. Metode kualitatif menggunakan wawanara mendalam dan diskusi terarah. Hasil penelitian menunjukan bahwa Kinerja Puskesmas terhadap pencapaian SPM sangat rendah, fackor yang berpengaruh terhadap kinerja Puskesmas adalah factor bangunan, alat kesehatan dan BMHP serta factor ketenagaan,. Hasil uji regresi logistik menunjukan faktor yang paling berpengaruh adalah faktor ketenagaan
Read More
T-5652
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ias Tarina Puspitasari; Pembimbing: Ascobat Gani; Penguji: Amal Chalik Sjaaf, Lis Prifina, Sri Kartinah
Abstrak:
Undang-undang No 23 tahun 2014 menyebutkan pembagian urusan pemerintah bidang kesehatan antara pemerintah pusat dan daerah, salah satunya perencanaan SDMK. Berdasarkan telaah dokumen perencanaan kebutuhan SDMK provinsi Banten, terdapat ketidakseragaman dokumen perencanaan kebutuhan jika dibandingkan dengan Permenkes No 33 tahun 2015. Menurut data SISDMK masih terdapat 46.4% puskesmas di provinsi Banten yang belum lengkap 9 jenis tenaga kesehatan sesuai standar. Capaian indikator Kota Tangerang sebesar 83.78% dan Kota Serang sebesar 25%. Penelitian bertujuan untuk mengetahui implementasi kebijakan penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan SDMK di Kota Serang dan Kota Tangerang, dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Penelitian merupakan penelitian non-eksperimental dengan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implementasi kebijakan penyusunan dokumen perencanaan kebutuhan SDMK di Kota Serang dan Kota Tangerang belum berjalan sesuai dengan Permenkes 33 tahun 2015. Ketersediaan SDM baik dari kuantitas maupun kualitas berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Adanya pembinaan dan pengawasan sangat berpengaruh terhadap implementasi kebijakan untuk meningkatkan komitmen dan komunikasi dalam penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK di tingkat Kab/Kota. Selain itu ketersediaan insentif dan pendanaan juga perlu dilakukan peningkatan. Menurut hasil penelitian, faktor SOP tidak berpengaruh terhadap implementasi kebijakan. Namun perlu dilakukan penyusunan SOP untuk mempermudah proses monitoring terhadap tahapan penyusunan perencanaan kebutuhan SDMK

Law No. 23 of 2014 stipulates the division of government affairs in the health sector between the central and local governments, one of which is HRH planning. Based on a review of the HRH needs planning documents for Banten province, there is a lack of uniformity in planning needs documents when compared to Permenkes No 33 of 2015. According to SISDMK data, there are still 46.4% of puskesmas in Banten province who do not have nine types of health workers according to standards. The achievement indicator for Kota Tangerang is 83.78% and Kota Serang is 25%. The aim of this study was to determine the implementation of the policy for preparation of HRH needs planning documents and the factors influenced. This research is a non experimental research with a qualitative approach. Data collection was carried out through in-depth interviews and document review. The results of the study show that the implementation of the policy for preparing planning documents for HRH requirements in the Kota Serang and Kota Tangerang has not been carried out in accordance with Permenkes 33 /2015. The availability of human resources, both in terms of quantity and quality, has an effect on policy implementation. The existence of guidance and supervision greatly influences the implementation of policies to increase commitment and communication in the preparation of HRH planning needs at the District/City level. In addition, the availability of incentives and funding also needs to be increased. According to the research results The SOP has no effect on policy implementation. However, it is necessary to prepare SOPs to facilitate the monitoring process for the stages of preparing HRH planning needs.
Read More
T-6700
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Ratih Oktarina; Pembimbing: Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Adang Bachtiar, Puput Oktamianti, Amila Megraini, Mira Miranti Puspitasari
Abstrak:
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh isu Tuberkulosis (TBC) di Indonesia yang menjadi kasus TBC terbesar kedua di dunia selama bertahun-tahun. Meskipun TBC telah ditetapkan menjadi agenda prioritas kesehatan Nasional namun upaya penanggulangan penyakit ini belum menunjukkan hasil yang signifikan. Di salah satu daerah prioritas nasional untuk penanggulangan TB, yaitu Kota Depok, indikator success reate masih di angka 68% per September tahun 2024, sementara di tahun 2022 dan 2023 adalah  85% dan 83% secara berturut-turut. Beban TBC bertambah dengan meningkatnya  jumlah kasus TB-RO yang mencapai 148 kasus 2024. Di sisi lain, Kota Depok memiliki beberapa komunitas yang bergerak pada penanggulangan TBC, seperti Perkumpulan Pemberantasan Tuberkulosis Indonesia (PPTI), Konsorsium STPI-Penabulu (KSP), komunitas bentukan pemerintah: Tim Kampung Ramah TB (KAPITU), serta masyarakat yang diberdayakan untuk mendukung upaya penemuan kasus hingga pendampingan pengobatan. Studi ini bertujuan untuk menelaah masalah penanggulangan TBC yang melibatkan para kader TBC terlatih dan kesenjangan yang ada pada kebijakan yang telah ada, selanjutnya menelaah temuan yang ada dalam kerangka pengembangan instrumen kebijakan tentang penguatan kader TBC dalam program penanggulangan TBC. Pengumpulan data antara lain melalui survey terhadap kader kesehatan yang terlibat dalam program penanggulangan Tuberkulosis sebanyak 143 responden, Focus Group Discusion (FGD) terhadap 8 (delapan) koordinator kader TB per wilayah kerja program TB, observasi terhadap kader TBC, serta wawancara mendalam terhadap 2 (dua) Pendamping Menelan Obat (PMO) atau Patient Support, penanggung jawab (PJ) program di komunitas dan Puskesmas, Dinas Kesehatan Kota, dan Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda). Penguatan peran kader kesehatan dalam program penanggulangan Tuberkulosis di Kota Depok menjadi penting mengingat: tingginya beban TBC baik dari sisi epidemiologi, isu sosial maupun beban upaya untuk merespon amanat kebijakan di level pusat terutama untuk melaksanakan Investigasi Kontak (IK), pelacakan pasien yang mangkir, serta pendampingan pengobatan pasien hingga sembuh. Terdapat kesenjangan dalam instrumen kebijakan yang terkait dengan pemberdayaan kader kesehatan yang berperan dalam program penanggulangan TBC di Kota Depok yang antara lain dapat dilihat dari Peraturan Walikota Kota Depok Nomor 61/2023 yang belum memiliki turunan kebijakan yang memuat peran-peran serta penghargaan yang khusus bagi kader kesehatan. Selain itu, Puskesmas sebagai perwakilan pemerintah yang memberikan penugasan langsung kepada para kader kesehatan juga belum menyediakan logistik yang teralokasi khusus bagi kader kesehatan. Sebagai alternatif solusi, diperlukan kebijakan turunan yang mendorong penyediaan logistik bagi kader kesehatan yang mendukung capaian kinerja Puskesmas dalam hal investigasi kontak melalui perencanaan kegiatan terkait penanggulangan TBC yang melibatkan kader kesehatan dan Standar Operasional Prosedur (SOP) atau instrumen kebijakan lain yang memuat peran kader di dalamnya sehingga Puskesmas memiliki dasar untuk mengalokasikan logistik bagi kader kesehatan. Di samping itu, penting bagi pemerintah Kota Depok yang tengah menyusun SK Tim dan Rencana Aksi Daerah (RAD) tentang Percepatan Penanggulangan Tuberkulosis untuk memasukan unsur kader kesehatan di dalam kedua instrumen kebijakan tersebut. Dengan instrumen-instrumen tersebut diharapkan terbangun komitmen dan integritas dari para kader dalam menjalankan perannya, serta pemerintah dapat menjaga keberlanjutan dalam hal pengalokasian sumber daya dalam bentuk program Kampung Ramah Tuberkulosis (Kapitu) sebagai menu wajib di kelurahan – terutama bagi kelurahan yang memiliki kantung TB.  

This study is driven by the issue of Tuberculosis (TB) in Indonesia, which has ranked as the second-largest contributor to global TB cases for several years. Despite being established as a national health priority, efforts to combat this disease have not yielded significant results. In one of the national priority areas for TB control, Depok City, the success rate indicator was recorded at 68% as of September 2024, compared to 85% and 83% in 2022 and 2023, respectively. The TB burden is further exacerbated by the rise in multidrug-resistant TB (TB-RO) cases, reaching 148 cases in 2024. On the other hand, Depok City is home to several communities actively working on TB control, such as the Indonesian Tuberculosis Eradication Association (PPTI), the STPI-Penabulu Consortium (KSP), government-initiated groups like the TB-Friendly Village Teams (KAPITU), and community members empowered to support case detection and treatment assistance. This study aims to examine TB control efforts involving trained TB cadres and the gaps in existing policies. It further seeks to analyze the findings within the framework of developing policy instruments to strengthen the role of TB cadres in TB control programs. Data collection methods include surveys of 143 health cadres involved in TB control programs, focus group discussions (FGDs) with eight TB cadre coordinators from different program work areas, observations of TB cadres, and in-depth interviews with two Treatment Supporters (PMOs) or Patient Supporters, program coordinators at community and health center levels, representatives from the City Health Office, and the Regional Development Planning Agency (Bappeda). Strengthening the role of health cadres in TB control programs in Depok City is crucial, considering the high TB burden from epidemiological, social, and response workload perspectives. This includes implementing central policy mandates such as contact investigation (CI), tracking of defaulting patients, and treatment support until recovery. Policy gaps related to the empowerment of health cadres in Depok's TB control program are evident, for instance, in the Depok Mayor Regulation No. 61/2023, which lacks derivative policies outlining specific roles and rewards for health cadres. Additionally, health centers (Puskesmas), which directly assign tasks to health cadres, have not yet allocated specific logistics for their support. As an alternative solution, derivative policies are needed to promote the provision of logistics for health cadres, supporting the performance of health centers in contact investigations. This can be achieved through TB control activity planning involving health cadres and operational standards (SOPs) or other policy instruments that define the roles of cadres. Such measures would provide health centers with a basis for allocating logistics to health cadres. Moreover, it is essential for the Depok City government, currently drafting the Decree on the TB Acceleration Task Force Team and the Regional Action Plan (RAD) for Accelerated TB Control, to include the role of health cadres in both policy instruments. These instruments are expected to foster commitment and integrity among cadres in carrying out their roles, while the government ensures sustainability in resource allocation through initiatives like the TB-Friendly Village (KAPITU) program as a mandatory agenda at the sub-district level—particularly in areas with high TB prevalence.
Read More
T-7206
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rocky Setya Budi; Pembimbing: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Penguji: Adang Bachtiar, Amal Chalik Sjaaf, Roberia, Elvi Rosanti
Abstrak:
Abstrak Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat, Puskesmas menyelenggarakan Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) dan Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) tingkat pertama, dengan mengutamakan upaya promotif dan preventif tanpa mengabaikan upaya kuratif maupun rehabilitatif. Di era Jaminan Kesehatan Nasional, fungsi puskesmas lebih banyak melakukan pengobatan dari pada pencegahan penyakit. Puskesmas memiliki Puskesmas Pembantu sebagai jaringan yang sebenarnya dapat memperkuat UKM dan UKP di tingkat Desa/Kelurahan jika Puskesmas Pembantu menjadi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP). Namun, belum ada kebijakan tentang puskesmas pembantu dapat menjadi FKTP. Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan Pendekatan teori proses analisis kebijakan William N. Dunn. Lokasi penelitian di Puskesmas Perkotaan (Kota Solok), Puskesmas Perdesaan (Kabupaten Tanah Datar), Puskesmas Terpencil (Kabupaten Solok Selatan), serta di Direktorat Tata Kelola Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan yang dilaksanakan pada bulan juni sampai juli 2023. Penelitian dilaksanakan dengan wancara mendalam terhadap 9 orang Kepala Puskesmas, 9 orang penanggungjawab Puskesmas Pembantu, 9 orang Masyarakat, Plt. Direktur Tata Kelola Masyarakat, dan Fokus Group Discussion (FGD) terhadap 4 orang Tim Kerja Kebijakan Puskesmas dan Integrasi Layanan Primer, serta telaah dokumen. Temuan penelitian mengungkapkan, Puskesmas memiliki beban kerja yang berat dan lebih fokus pada pelayanan pengobatan, akses masyarakat terhadap FKTP belum semuanya mudah dijangkau oleh masyarakat, belum ada kebijakan yang mengatur wewenang Puskesmas Pembantu sebagai FKTP, dan sebenarnya Puskesmas Pembantu telah layak dijadikan FKTP Klinik Pratama. Diharapkan ada Peraturan Menteri Kesehatan tentang Puskesmas Pembantu menjadi FKTP Klinik Pratama untuk memperkuat Upaya Kesehatan Masyarakat dan Upaya Kesehatan Perorangan yang terintegrasi di tingkat Desa/Kelurahan.

Abstract Based on the Regulation of the Minister of Health Number 43 of 2019 concerning Puskesmas, the Puskesmas organizes first-level Public Health Efforts (UKM) and Individual Health Efforts (UKP), with priority on promotive and preventive efforts without neglecting curative and rehabilitative efforts. In the era of the National Health Insurance, the function of the puskesmas was more to treat disease than to prevent disease. The health center has a sub-health center as a network which can actually strengthen UKM and UKP at the Village/Kelurahan level if the sub-health center becomes a First Level Health Facility (FKTP). However, there is no policy regarding how auxiliary puskesmas can become FKTPs. This study uses qualitative research methods with William N. Dunn's policy analysis process theory approach. The research locations were Urban Health Centers (Solok City), Rural Health Centers (Tanah Datar Regency), Remote Health Centers (South Solok Regency), as well as at the Ministry of Health's Directorate of Public Health Management which was conducted from June to July 2023. The research was conducted with in-depth interviews with 9 Heads of Health Centers, 9 people in charge of Supporting Health Centers, 9 people from the Community, Plt. Director of Community Governance, and Focus Group Discussion (FGD) of 4 Community Health Center Policy Work Teams and Integration of Primary Services, as well as document review. The research findings revealed that Puskesmas have a heavy workload and are more focused on medical services, not all of the community's access to FKTPs are easy for the community to reach, there is no policy that regulates the authority of Puskesmas Pembantu as FKTPs, and actually Puskesmas Pembantu are appropriate to be made Primary Clinic FKTPs. It is hoped that there will be a Regulation of the Minister of Health regarding Puskesmas Pembantu to become Primary Clinic FKTPs to strengthen Integrated Public Health Efforts and Individual Health Efforts at the Village level.
Read More
T-6827
Depok : FKM-UI, 2023
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fakhira Dwi Awliyawati Saleh; Pembimbing: Vetty Yulianty Permanasari; Penguji: Adang Bachtiar, Dumilah Ayuningtyas, Eti Rohati, Purwati
Abstrak: Masih banyak indikator Agenda Pembangunan Millenium (MDGs) 2015 yang belumtercapai secara global dalam hal kesehatan seksual reproduksi sehingga kembali dimasukkandalam poin agenda pembangunan berkelanjutan (SDGs). Komitmen pemerintah Indonesiauntuk mencapai target diwujudkan dengan cara menjamin pelayanan seksual reproduksidalam paket manfaat Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Penelitian ini bertujuan untukmenganalisa implementasi JKN di Kota Depok, Kabupaten Mimika dan KabupatenKepulauan Selayar. Metode penelitian yang digunakan adalah Analisis Kebijakan denganpendekatan kualitatif. Pengumpulan data dilakukan melalui diskusi kelompok terarah,wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwapelaksanaan kebijakan di ketiga lokasi belum berjalan optimal dilihat dari variabelkomunikasi, struktur birokrasi, sumber daya, dan disposisi. Kendala Implementasi yang adaberagam di tiap-tiap lokasi penelitian: di Depok yang merupakan wilayah urban justrubanyak ditemukan informasi yang keliru baik dari pelaksana kebijakan maupun yang beredarsecara luas di sosial media, kasus di Selayar menunjukkan bahwa standar peserta penerimabantuan iuran jaminan kesehatan nasional yang ada selama ini belum memasukkan prinsippengarusutamaan gender, sedangkan di Timika napas universal health coverage yangdiusung dalam JKN belum nampak karena masih banyak jenis jaminan kesehatan yang tidaksaling terintegrasi. Kendala impelementasi yang ada perlu segera dibenahi agar dapatmemaksimalkan implementasi kebijakan.Kata Kunci:Analisis Kebijakan Kesehatan, Implementasi JKN, Kesehatan Seksual Reproduksi.
Read More
T-5461
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Juli Sapitri Siregar; Pembimbing: Adik Wibowo, Puput Oktamianti; Penguji: Yolak Dalimunthe, Alghazali Samapta
Abstrak: Bencana merupakan suatu peristiwa yang tidak dapat diprediksi kapan akan terjadi, namun dampak yang ditimbulkan oleh bencana dapat diminimalisir atau dihindari. Pengurangan risiko bencana dapat dilakukan dengan penguatan kapasitas organisasi dalam menghadapi bencana. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis kapasitas Dinas Kesehatan daerah Kota Padangsidimpuan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana alam. Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan desain deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan dalam penyelenggaraan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana alam belum ditunjang oleh ketersediaan regulasi/peraturan, struktur organisasi dan dana. Sistem informasi penanggulangan krisis kesehatan belum berjalan sebagaimana seharusnya. Penguatan kapasitas sumberdaya hanya terfokus pada pemberian pelatihan pada sumber daya manusia. Kegiatan pengurangan risiko kesehatan akibat bencana difokuskan pada penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan pencegahan dan pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan serta gizi. Pelaksanaan koordinasi lintas sektor belum terselenggara dengan baik, dengan sektor lain masih kurang. Upaya pemberdayaan masyarakat dalam penanggulangan krisis kesehatan dilakukan dengan melibatkan kader posyandu dalam kegiatan penyuluhan kesehatan terhadap masyarakat, namun belum ditunjang oleh pembinaan terhadap masyarakat terkait penanganan krisis kesehatan akibat bencana. Kesimpulan: Kapasitas organisasi Dinas Kesehatan Kota Padangsidimpuan dalam penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana masih belum memadai, perlu penguatan kapasitas organisasi melalui penetapan regulasi/peraturan, struktur organisasi yang jelas, penyediaan sistem informasi, meningkatkan koordinasi dengan sektor terkait dalam pengerahan sumber daya dan pemberdayaan masyarakat
Read More
T-5598
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Asrina Novianti; Pembimbing: Adik Wibowo, Puput Oktamianti; Penguji: Anhari Achadi, Dwi Harti Nugraheni, Naniek Isnaini Lestari
Abstrak: Belum adanya indikator kinerja dalam pelaksanaan kehumasan bidang kesehatan di Kabupaten Tangerang berimplikasi terhadap target luaran yang dihasilkan menjadi tidak jelas. Pedoman Umum Kehumasan Bidang Kesehatan pun belum tersosialisasikan dengan baik sehingga masih ditemui adanya kendala untuk menjalankan pedoman tersebut secara menyuluruh. Belum adanya tim kehumasan dalam bentuk jabatan fungsional turut menjadikan peran kehumasan belum dapat berjalan sesuai dengan standar aturan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis impelementasi kebijakan kehumasan bidang kesehatan di Kabupaten Tangerang dan melihat efektifitasnya berdasarkan teori Edward III. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan untuk mengembangkan strategi kebijakan atau tindakan evaluasi yang tepat. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik wawancara mendalam dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan pelaksanaan kehumasan bidang kesehatan di Kabupaten Tangerang telah berjalan. Namun, masih belum optimalnya sosialisasi Pedoman Umum Kehumasan Bidang Kesehatan menghasilkan pemahaman yang kurang mendalam mengenai prinsip kegiatan kehumasan. Selain itu pula perlu ada indikator yang jelas dalam pelaksanaan kegiatan kehumasan yang bertumpu pada prinsip kegiatan kehumasan di PMK nomor 81 tahun 2015, agar implementasi kebijakan kehumasan bidang kesehatan dapat berjalan lebih baik di Kabupaten Tangerang
The absence of performance indicators in the implementation of public relations in the health sector in Tangerang Regency has implications for the resulting outcome targets to be unclear. The General Guidelines for Public Relations in the Health Sector have not been well socialized so that there are still obstacles in carrying out these guidelines in a comprehensive manner. The absence of a public relations team in the form of a functional position has also contributed to the role of public relations that has not been able to run in accordance with the applicable rules. This study aims to analyze the implementation of public relations policy in the health sector in Tangerang Regency and see its effectiveness based on the theory of Edward III. The results of this study are expected to be input for developing appropriate policy strategies or evaluation actions. This study uses qualitative methods with in-depth interview techniques and document review. The results of the study indicate that the implementation of public relations in the health sector in Tangerang Regency has been running. However, the socialization of the General Guidelines for Public Relations in the Health Sector has not yet been optimal, resulting in a less in-depth understanding of the principles of public relations activities. Besides that, it is also necessary to have clear indicators in the implementation of public relations activities that are based on the principle of public relations activities in PMK number 81 of 2015, so that the implementation of public relations policies in the health sector can run better in Tangerang Regency.
Read More
T-5494
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive