Ditemukan 40614 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Wahyu Hidayat
LP 614.78 HID p
Surabaya : Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan Depkes, 1991
Laporan Penelitian Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Hartati Diah; Pembimbing: Ridwan Z. Sjaaf
T-459
Depok : FKM UI, 1996
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ratih Wulandhari; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Mila Tejamaya, Fatma Lestari, Rani Herespatiagni, Lusiana Lestari
Abstrak:
Dalam produksi minyak dan gas bumi, pengendalian kimiawi dari kontaminasi mikrobiologi bagi integritas jaringan pipa dan vessels salah satu caranya yaitu dengan menggunakan biosida Glutaraldehid. Dari data pencatatan Penyakit Akibat Kerja (PAK) PT. X, pada tahun 2019 telah terjadi insiden akibat kesalahan penanganan bahan kimia dan informasi yang tidak memadai pada Lembar Data Keselamatan (LDK) yang mengakibatkan ketidaksesuaian pemilihan sarung tangan kimia sehingga menyebabkan 7 kasus dermatitis kontak iritan pada pekerja yang melakukan injeksi biosida Glutaraldehid. Tujuan penelitian ini adalah melakukan identifikasi, menilai besarnya risiko kesehatan melalui rute paparan kulit dan potensi dampak terjadinya iritasi pada kulit yang berkaitan dengan faktor-faktor risiko kulit, menentukan tingkat bahaya pada rute paparan, kulit serta mengevaluasi efektifitas pengendalian risiko dan memperoleh rekomendasi mitigasi yang tepat untuk mencegah terjadinya penyakit kulit akibat kerja pada proses injeksi biosida Glutaraldehid di fasilitas produksi hulu migas PT. X. Metode dalam penelitian ini yaitu observasional melalui pendekatan deskriptif yang bersifat semikuantitatif menggunakan metode Dermal Risk Assessment (DREAM) dan survei Nordic Occupational Skin Questionnaires (NOSQ 2002/SHORT) modified pada enam lapangan operasi di PT. X yang memiliki proses injeksi biosida Glutaraldehid. Hasil penelitian didapatkan, tingkat paparan dermal pada task level site B keseluruhan SkinW-Atask yaitu 118.97 tingkat risiko paparan tinggi; site S memiliki tingkat risiko paparan ekstrim tinggi yaitu 5809.38; site C memiliki tingkat risiko paparan ekstrim tinggi yaitu 11864.48, site CU tingkat risiko paparan ekstrim tinggi yaitu 11607.97 dan site SU dengan injeksi manual memiliki tingkat risiko paparan tinggi dengan hasil 492.45, sedangkan hasil open dan closed drain yaitu tingkat risiko sangat rendah. Tingkat paparan dermal pada task level tertimbang waktu (SkinW-Atask.w) pada proses injeksi Glutaraldehid di enam lapangan operasi memiliki tingkat risiko paparan rendah pada site B (18.34), risiko paparan sedang pada site S (76.98) dan site SU dengan proses manual (49.75); risiko paparan tinggi pada site C (175.02) dan site CU (141.20) serta risiko paparan sangat rendah pada site SU proses open drain (1.75) dan closed drain (4.37). Tingkat paparan dermal pada job level (Skinw-Ajob) pada proses injeksi Glutaraldehid di enam lapangan operasi memiliki tingkat risiko paparan sedang, rendah hingga sangat rendah. Perhitungan faktor-faktor dalam DREAM yang dikombinasikan dengan evaluasi faktor pendukung lainnya serta survei NOSQ 2002/SHORT modified dapat menangkap beberapa informasi dan gambaran awal paparan kulit serta adanya potensi terjadinya Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) pada proses injeksi Gluataraldehid di fasilitas produksi hulu migas PT. X
Read More
T-6368
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Dhani Rinaldi Ardiansyah; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Robiana Modjo, Laksita Ri Hastiti, Lorencius Kukuh Prabowo, Syahrul Effendi
Abstrak:
Perancah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu pekerjaan konstruksi, Pekerjaan perancah berkontribusi pada munculnya faktor risiko gangguan otot tulang rangka akibat kerja (gotrak) atau musculoskeletal disorders (MSDs). Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor risiko terjadinya gotrak pekerja perancah di PT X. Jenis penelitian adalah potong lintang dengan responden karyawan di PT X sebanyak 156 karyawan. Penilaian faktor risiko ergonomi di tempat kerja dilakukan dengan pendekatan penilaian tingkat risiko pekerjaan dan keluhan subjektif pekerja. Responden memberikan informasi karakteristik individu, risiko ergonomi menggunakan metode (Rapid Entire Body Assessment atau REBA) dengan hasil yang mencapai nilai tinggi dan sangat tinggi. Tingkat risiko ergonomi menunjukkan 66,23 % responden termasuk kategori risiko tinggi dan 33,77 % responden termasuk kategori risiko rendah. Analisis keluhan gotrak pada pekerja menggunakan kuesioner Nordic Body Map menghasilkan 3 keluhan tertinggi yaitu leher bahu dan tangan/pergelangan. Penelitian ini menunjukkan bahwa faktor risiko terjadinya Gotrak pekerja perancah di PT X pada gotrak 12 bulan yaitu usia ≥ 30 tahun OR 1,91(95% CI 1,37-3,25), masa kerja ≥ 10 tahun OR 2,42(95% CI 1,39-4,19), Jenis Pekerjaan perancah OR 8,77() (95% CI 3,93-19,55) dan Skor REBA tinggi OR 2,81 (95% CI 1,39-5,67). Sedangkan faktor risiko gotrak yang menyebabkan absen 12 bulan terakhir adalah usia ≥ 30 tahun OR 1.32 (95% CI 1.18-1.76), masa kerja ≥ 10 tahun OR 1.65 (95% CI 1.03-2.65), jenis pekerjaan perancah OR 10,98(95% CI 4,26-28,26), skor REBA tinggi 2,53(1,78-3,00), demands at work tinggi OR 1.65 (95% CI 1.02-2.51), work organization and job contents tinggi OR1.44 (95% CI 1.28-2.93), untuk faktor risiko 7 hari terakhir yaitu jenis pekerjaan perancah OR 2,79(95% CI 1,28-6,07), health and wellbeing rendah OR 1.43 (95% CI 1.09-1.84)
Scaffolding is an inseparable part of a construction work. Scaffolding work contributes to the emergence of risk factors for skeletal muscle disorders due to work (gotrak) or musculoskeletal disorders (MSDs). The purpose of this study was to analyze the risk factors for the occurrence of scaffolding at PT X. This type of research was crosssectional with 156 employees as respondents at PT X. Ergonomics risk factor assessment in the workplace is carried out with an approach to assessing the level of occupational risk and subjective complaints of workers. Respondents provided information on individual characteristics, ergonomic risks using the method (Rapid Entire Body Assessment or REBA) with the results achieving high and very high scores. The level of ergonomics risk shows that 66.23% of respondents are in the high risk category and 33.77% of the respondents are in the low risk category. The analysis of cough complaints on workers using the Nordic Body Map questionnaire resulted in the 3 highest complaints, namely neck, shoulders and hands/wrist. This study shows that the risk factors for the occurrence of Gotrak scaffold workers at PT X at 12 months old are age 30 years OR 1.91 (95% CI 1.37-3.25), working period 10 years OR 2.42 (95 % CI 1.39-4.19), awkward posture OR 6.24 (95% CI 2.40-16.21). While the risk factors for gotrak that caused the absence of the last 12 months are age 30 years OR 1.32 (95% CI 1.18-1.76), years of service ≥ 10 years OR 1.65 (95% CI 1.03-2.65), type of work OR 10.98 (95% CI 4.2628.26), REBA score 2.53 (1.78-3.00), demands at work OR 1.65 (95% CI 1.02-2.51), work organization and job contents OR1.44 (95% CI 1.28-2.93, for risk factors for the last 7 days, namely type of work OR 2.79 (95% CI 1.28-6.07), health and wellbeingOR 1.43 (95% CI 1.09-1.84).
Read More
Scaffolding is an inseparable part of a construction work. Scaffolding work contributes to the emergence of risk factors for skeletal muscle disorders due to work (gotrak) or musculoskeletal disorders (MSDs). The purpose of this study was to analyze the risk factors for the occurrence of scaffolding at PT X. This type of research was crosssectional with 156 employees as respondents at PT X. Ergonomics risk factor assessment in the workplace is carried out with an approach to assessing the level of occupational risk and subjective complaints of workers. Respondents provided information on individual characteristics, ergonomic risks using the method (Rapid Entire Body Assessment or REBA) with the results achieving high and very high scores. The level of ergonomics risk shows that 66.23% of respondents are in the high risk category and 33.77% of the respondents are in the low risk category. The analysis of cough complaints on workers using the Nordic Body Map questionnaire resulted in the 3 highest complaints, namely neck, shoulders and hands/wrist. This study shows that the risk factors for the occurrence of Gotrak scaffold workers at PT X at 12 months old are age 30 years OR 1.91 (95% CI 1.37-3.25), working period 10 years OR 2.42 (95 % CI 1.39-4.19), awkward posture OR 6.24 (95% CI 2.40-16.21). While the risk factors for gotrak that caused the absence of the last 12 months are age 30 years OR 1.32 (95% CI 1.18-1.76), years of service ≥ 10 years OR 1.65 (95% CI 1.03-2.65), type of work OR 10.98 (95% CI 4.2628.26), REBA score 2.53 (1.78-3.00), demands at work OR 1.65 (95% CI 1.02-2.51), work organization and job contents OR1.44 (95% CI 1.28-2.93, for risk factors for the last 7 days, namely type of work OR 2.79 (95% CI 1.28-6.07), health and wellbeingOR 1.43 (95% CI 1.09-1.84).
T-6126
Depok : FKM-UI, 2021
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Eva Nirwana; Pembimbing: Hendra; Penguji: Robiana Modjo, Zulkifli Djunaidi, Trisnajaya, Devie Fitri Octaviani
Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yangmenyebabkan keluhan penyakit kulit pada pekerja di bagian Sewing dan Cutting,Departemen Preparing/Upper Sole, perusahaan manufaktur sepatu di KabupatenSukabumi pada Bulan Mei 2016. Dari 1.350 responden, ditemukan 777 orangmenderita keluhan penyakit kulit pada pekerja sedangkan573 orang lainnya tidakmenderita keluhan ini. Menggunakan teknik systematic random sampling,diperoleh sample sebanyak 817 orang, dimana hasil penelitian menunjukkansebesar 58% diantaranya menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Secarastatistik tidak terdapat hubungan signifikan antara paparan pelarut organik dengankeluhan penyakit kulit pada pekerja. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkanbahwa pekerja yang terpapar debu organik berisiko 2,5 kali untuk menderitakeluhan penyakit kulit pada pekerja.Pekerja dengan masa kerja ≤ 3 tahunmemiliki risiko 2,4 kali untuk terkena keluhan penyakit kulit pada pekerjadibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja > 3 tahun.Pekerja dengankebiasaan tidak mencuci tangan memiliki resiko 2,6 kali untuk terkena keluhanpenyakit kulit pada pekerja dibandingkan dengan pekerja dengan kebiasaanmencuci tangan yang baik. Pengaruh pemakaian sarung tangan menjadi faktordominan dimana pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan memiliki risiko4,7 kali terkena keluhan penyakit kulit dan pekerja dengan riwayat alergi memilikirisiko 6,7 kali berisiko menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Upayapengendalian dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan dan edukasi, sertakontrol administratif dan penyediaan sarana dalam upaya promotif dan prefentifyang optimal, seperti penyediaan wastafel, pemakaian APD yang sesuai, skriningserta pengobatan.
The aim of this study was to determine the factors that led to occupational skindisease complaints on Sewing and Cutting workers at the Preparing/ Upper SoleDepartment, one of the shoe manufacturing in Sukabumi, May 2016. Out of the1.350 respondents, found that 777 workers suffering from occupational skindisease complaints, while 573 others do not suffer from this complaint. Using thesystematic random sampling technique, obtained a sample of 817 workers, ofwhich the result showed 58% of them suffer from occupational skin diseasecomplaints. Statistically there was no significant association between exposures toorganic solvents with occupational skin disease complaints in workers.Furthermore, the study result indicates that workers exposed to organic dust 2.5times are at risk of suffering from occupational skin disease complaints. Workerswith ≤ 3service years had 2.4 times the risk of developing occupational skindisease complaints compared to workers who have > 3 years of service. Workerswho have the habit of not washing their hands have 2.6 times the risk ofoccupational skin disease complaints. Workers who do not wearing gloves are atrisk 4.7 times of occupational skin disease complaints, and workers with a historyof allergies had 6.7 times risk to occupational skin disease complaints. Controlcan be done by educating the workers and do the monitoring, as well asadministrative control and provided the facilities in health promotion andoptimum preventive, such as to provide a sink, use appropriate PPE, screeningand do the treatment as well.
Read More
The aim of this study was to determine the factors that led to occupational skindisease complaints on Sewing and Cutting workers at the Preparing/ Upper SoleDepartment, one of the shoe manufacturing in Sukabumi, May 2016. Out of the1.350 respondents, found that 777 workers suffering from occupational skindisease complaints, while 573 others do not suffer from this complaint. Using thesystematic random sampling technique, obtained a sample of 817 workers, ofwhich the result showed 58% of them suffer from occupational skin diseasecomplaints. Statistically there was no significant association between exposures toorganic solvents with occupational skin disease complaints in workers.Furthermore, the study result indicates that workers exposed to organic dust 2.5times are at risk of suffering from occupational skin disease complaints. Workerswith ≤ 3service years had 2.4 times the risk of developing occupational skindisease complaints compared to workers who have > 3 years of service. Workerswho have the habit of not washing their hands have 2.6 times the risk ofoccupational skin disease complaints. Workers who do not wearing gloves are atrisk 4.7 times of occupational skin disease complaints, and workers with a historyof allergies had 6.7 times risk to occupational skin disease complaints. Controlcan be done by educating the workers and do the monitoring, as well asadministrative control and provided the facilities in health promotion andoptimum preventive, such as to provide a sink, use appropriate PPE, screeningand do the treatment as well.
T-4736
Depok : FKM UI, 2016
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Bulletin Keslingmas, XI, N0.42, April. - Juni. 1992, hal. 4-13, ( Cat. ada di bendel 1987- 1996 )
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Artikel Jurnal-Majalah Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Syaifullah Hidayat; Pembimbing: Suharnyoto Martomulyono
S-890
Depok : FKM UI, 1995
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Mujiono; Pembimbing: L. Meily Kurniawidjaja; Penguji: Fatma Lestari, Ingerani Sujana Prawira
Abstrak:
Pendahuluan: Dampak kesehatan akibat pajanan pelarut organik cukup serius baik yang bersifat akut maupun kronis. Pengendalian lingkungan kelja dan pemantauan kesehatan pekerja harus dilakukan sedini mungkin. Penggantian bahan pelarut organik dengan bahan lain yang lebih aman adalah pilihan terbaik untuk mengurangi dampak pada kesehatan pekelja. Namun pcnggantian bahan pelarut dengan bahan lain dapat berdampak pada proses produksi maupun mutu produksi. Oleh karena itu analisis dampak kesehatan pekelja sedini munglcin menjadi bagian yang sangat penting, sehingga ganggllan kesehatan pekcrja dapat diketahui secara dini untuk dilakukan penanganan. Metode: Menggunakan metode penelitian potong lintang (Cross-Sectional study). Variabcl bebas adalah kadar MBK di udara tempat kexja dan kadar MEK di dalam air seni. Variabel terikat berupa gangguan kesehatan {penyakit lculit, saluran napas, iritasi mata dan gejala dini gangguan sistem sarat), Data penelitian adalah data primer dan sekunder dari hasil pengukuxan, pemeriksaan dan catatan medis. Hasil: Kadar MEK di tempat kexja textinggi adalah 249 ppm, sedangkan pajanan terendah adalah 103 ppm. 30,2% responden ditemukan terpajan di alas NAB. Kadar IPB di dalam air scni tcrtinggi adalah 5,21 mg/1, sedangkan hasil terendah adalah 0,01 mg/l. Sebanyak 27,9% responden di atas IPB. Prevalensi gangguan kesehatan peke1ja akibat pajanan pelarut organik MEK adalah: penyakit kuiit (34,9%); penyakit saluran napas (55,8%); iritasi mata (4,7%); dan gejala dini gangguan sistem saraf (44,2%). Prevalensi gangguan kesehatan lebih banyak ditemukan pada pekerja yang terpajan MEK di atas NAB dibandingkan dengan di bawah atau sama dengan NAB. Kesimpulanz Hasil analisis muitivaliat membuktjkan adanya hubungan yang bermakna antara kadar MEK di udara tcmpat kcrja, kadar MEK di dalam air seni, status gizi dan lama kerja dengan gejala dini gangguan sistem sarai
Read More
T-2599
Depok : FKM-UI, 2007
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ernita Rahmawati; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Yeni Apriyanti, Jimmy Tiarlina
Abstrak:
Read More
Keluhan muskuloskeletal umumnya dirasakan oleh pekerja sektor informal, termasuk di dalamnya para pengrajin tenun sulam tapis. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018, prevalensi Gangguan Otot dan Rangka karena pekerjaan di Indonesia mencapai 7,9%. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian Gangguan Otot dan Rangka pada pengrajin tenun sulam tapis di Kecamatan Negeri Katon, Pesawaran, Lampung. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional dengan menganalisis faktor-faktor risiko individu (seperti usia, pendidikan, status pernikahan, kebiasaan berolahraga, status gizi, anemia, kesehatan reproduksi, dan masa kerja), pekerjaan (seperti masa kerja, durasi kerja, dan postur kerja), dan lingkungan (seperti pencahayaan dan suhu). Populasi penelitian ini adalah seluruh pengrajin tenun sulam tapis di Negeri Katon, dengan jumlah sampel sebanyak 162 pengrajin yang telah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang ditetapkan. Keluhan Muskuloskeletal Disorders (MSDs) diukur menggunakan standar SNI 9011:2021, sementara postur kerja dinilai dengan menggunakan lembar observasi Rapid Upper Limb Assessment (RULA). Hasil analisis menggunakan regresi logistik ganda menunjukkan bahwa variabel yang berpengaruh signifikan terhadap kejadian Gangguan Otot dan Rangka adalah postur kerja (p value = < 0,001), durasi kerja (p value = 0,017) dan masa kerja (p value = 0, 024).
Musculoskeletal complaints are commonly experienced by workers in the informal sector, including artisans involved in weaving traditional cloth called "sulam tapis." Based on the Riskesdas data from 2018, the prevalence of Musculoskeletal Disorders (MSDs) due to occupational factors in Indonesia reaches 7.9%. This study aims to identify the contributing factors to the occurrence of Musculoskeletal Disorders among sulam tapis weavers in Negeri Katon District, Pesawaran, Lampung. The research employs a cross-sectional design, analyzing individual risk factors (such as age, education, marital status, exercise habits, nutritional status, anemia, reproductive health, and duration of employment), occupational factors (such as tenure, work duration, and working posture), and environmental factors (such as lighting and temperature). The study population consists of all sulam tapis weavers in Negeri Katon, with a sample size of 162 weavers meeting the predetermined inclusion and exclusion criteria. Musculoskeletal Disorders are assessed using the SNI 9011:2021 standard, while working posture is evaluated using the Rapid Upper Limb Assessment (RULA) observation sheet. The results of the analysis employing multiple logistic regression reveal that significant variables contributing to the occurrence of Musculoskeletal Disorders include working posture (p-value < 0.001), work duration (p-value = 0.017), and tenure (p-value = 0.024).
T-7040
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Chairul Imam Darna; Pembimbing: Hendra
S-3333
Depok : FKM-UI, 2003
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
