Ditemukan 23 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Penelitian Gizi dan Makanan, Vol. 37, no. 2, Desember 2014: hal. 119-129
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Artikel Jurnal-Majalah Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Fauza Rizqiya; Pembimbing: Ahmad Syafiq; Penguji: Siti Arifah Pudjonarti, Eti Rohati, Yuni Zahraini
T-4321
Depok : FKM UI, 2015
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Lu`lu Nafisah; Pembimbing: Pandu Riono, Toha Muhaimin; Penguji: Gina Anindyajati, Sarikasih Harefa
Abstrak:
Kepatuhan terapi di Indonesia masih dibawah 80% dan dapat berdampak pada peningkatan kejadian infeksi protozoa usus, perkembangan AIDS yang lebih cepat, resistensi obat, kegagalan terapi, dan penularan virus kepada orang lain. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kepatuhan terapi ARV pada ODHA di Klinik Yayasan Angsamerah dan Angsamerah Clinic DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif meliputi pengisian kuesioner dan interview dengan pasien yang menerima ARV dan tenaga kesehatan. Sampel ditentukan dengan menggunakan purposive sampling dan diperoleh sampel sejumlah 51 orang. Tingkat pendidikan dilihat berdasarkan lama sekolah dan tingkat kepatuhan dinilai dengan metode laporan diri, hitung jumlah sisa obat, dan viral load. Berdasarkan laporan diri 66,66% ODHA memiliki kepatuhan sedang, berdasarkan hitung jumlah sisa obat 78,43% ODHA memiliki sisa obat kurang dari 3 dosis, dan 90,20% ODHA memiliki viral load yang tidak terdeteksi. Sebagian besar ODHA menempuh pendidikan selama >12 tahun (72,55%) dan tingkat pendidikan terakhir tamat sarjana (64,71%). Hasil analisis menunjukkan proporsi kepatuhan yang lebih tinggi sebesar 4,63% pada ODHA yang menempuh pendidikan >12 tahun dibandingkan dengan ODHA yang menempuh pendidikan ≤12 tahun. Pendidikan yang tinggi berperan memfasilitasi kepatuhan ODHA dalam terapi ARV melalui berbagai mekanisme yaitu ODHA akan memiliki pengetahuan yang lebih baik, mampu memahami informasi dan rekomendasi dari dokter, memiliki daya ingat yang lebih baik, memiliki lebih banyak sumber daya ekonomi termasuk pendapatan yang lebih tinggi, pekerjaan yang lebih aman dan lebih menjamin, dan sarana untuk tinggal di lingkungan yang lebih sehat yang mendukung kesehatan. Hambatan dalam terapi ARV diantaranya jadwal yang sibuk, sering berpergian, takut terungkap statusnya, informasi yang salah tentang ARV, dan penawaran obat selain ARV. Media KIE yang akurat, informatif, dan menarik, hubungan yang baik antara dokter dan pasien, dan sistem atau alat pengingat jadwal minum obat diperlukan untuk mempertahankan dan meningkatkan kepatuhan terapi ARV pada ODHA.
Read More
T-5412
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Sitihajar Imanuddin; Pembimbing: Sandra Fikawati; Penguji: Trini Sudiarti, R. Giri Wurjandaru
Abstrak:
abstrak
Tingkat literasi gizi dapat menggambarkan kemampuan individu dalam menerima,
memproses, dan memahami informasi terkait gizi untuk membuat suatu keputusan yang
tepat terkait gizi. Literasi gizi terdiri dari tiga tingkat, yaitu tingkat literasi gizi
fungsional, interaktif, dan kritikal. Tingkat literasi gizi pada ibu baduta dapat
mempengaruhi praktik pemberian makan pada anak, yaitu pemberian ASI Eksklusif dan
Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk melihat
perbedaan proporsi tingkat literasi gizi berdasarkan tingkat pendapatan keluarga, tingkat
pendidikan, usia, dan paritas pada ibu baduta di Jakarta Timur. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan desain studi potong lintang pada Bulan April hingga Juni 2018 di
Kecamatan Cakung dan Kecamatan Makasar, Jakarta Timur. Responden pada penelitian
ini yaitu ibu yang memiliki anak di bawah dua tahun (baduta) dengan jumlah 102
responden. Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner literasi gizi
yang diisi secara mandiri. Uji chi square menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
proporsi tingkat literasi gizi fungsional berdasarkan tingkat pendidikan (p=0,040).
Kata kunci:
Ibu baduta, tingkat literasi gizi, tingkat pendidikan
Nutritional literation level can describe an individual‟s ability to receive, process, and
understand nutritional information to make a nutrition related decision. Nutrition
literacy consists of three levels, namely functional, interactive, and critical nutrition
literacy. The nutritional literation level at mother of toddler may influence feeding
practices in children, namely Exclusive Breastfeeding and Complementary Food (MPASI).
The purpose od this study is to see the difference proportion of nutritional
literation level based on family income level, educational level, age, and parity rate in
mother of toddler in East Jakarta. The study was conducted using cross sectional study
design from April to June 2018 in Cakung and Makasar Subdistrict, East Jakarta.
Respondents in this study are mothers who have children under two years (baduta) with
total of 102 respondents. Data were collected using a self-administered nutrition literacy
questionnaire. Chi square test showed that there was a differences proportion of
functional nutritional literation level based on educational level (p=0,040).
Keywords:
Educational level, mother of toddler, nutritional literation level
Read More
S-9866
Depok : FKM-UI, 2018
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Khalifah Abadini; Pembimbing: Kusharisupeni Djokosujono; Penguji: Diah Mulyawati Utari, Trini Sudiarti, Suginah, Fani Rosnah
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungandengan prestasi belajar pada siswa SMP Negeri 170 Jakarta. Sampel yang ditelitiadalah kelas VII dengan total sampel berjumlah 198 siswa. Penelitiandilaksanakan pada bulan April-Mei 2018 dengan desain studi cross-sectional.Data yang dikumpulkan berupa rata-rata nilai Ujian Tengah Semester (UTS) yangterdiri dari mata pelajaran Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika, danIPA, asupan gizi (energi, protein, zat besi, iodium, seng), status gizi (indeksTB/U, IMT/U), karakteristik individu (jenis kelamin, berat lahir), kebiasaansarapan, keikutsertaan bimbingan belajar, dan karakteristik sosial ekonomi(tingkat pendidikan orang tua). Data dikumpulkan dengan menggunakan laporannilai UTS siswa, pengisian kuesioner mandiri, wawancara food recall 2x24 jam,dan pengukuran antropometri (tinggi badan dan berat badan). Hasil penelitianmenunjukkan rata-rata nilai prestasi belajar siswa sebesar 79,77 dan 52%berprestasi baik. Hasil penelitian juga menunjukkan terdapat hubungan yangsignifikan antara jenis kelamin, kebiasaan sarapan, keikutsertaan bimbinganbelajar, tingkat pendidikan ayah, dan tingkat pendidikan ibu (p<0,05). Hasil ujiregresi linier ganda diperoleh jenis kelamin sebagai variabel yang paling besarpengaruhnya terhadap penentuan prestasi belajar setelah dikontrol variabel TB/U,IMT/U, kebiasaan sarapan, keikutsertaan bimbingan, tingkat pendidikan ayah, dantingkat pendidikan ibu pada siswa SMP Negeri 170 Jakarta.Kata kunci :jenis kelamin, prestasi belajar, sarapan, tingkat pendidikan ayah, tingkatpendidikan ibu.
Read More
T-5183
Depok : FKM-UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Ammaylucy Christa BR Tarigan; Pembimbing: Wiku Bakti Bawono Adisasmito; Penguji: Ede Surya Darmawan, Yunita Fitriani
Abstrak:
Skripsi ini membahas mengenai analisis pengaruh sikap dan tingkat pendidikan pada Program Indonesia Sehat Pendekatan Keluarga di Kelurahan Beji. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Jumlah responden penelitian ini adalah 51 responden. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial terdapat pengaruh sikap pada PIS-PK terhadap kesehatan keluarga dengan nilai t hitung = 9,631 > nilai t tabel = 2,011. Secara parsial tidak terdapat pengaruh tingkat pendidikan terhadap kesehatan keluarga dengan nilai t hitung = 0,068 < nilai t tabel = 2,011.Sikap pada PIS-PK dan tingkat pendidikan secara bersama-sama berpengaruh terhadap kesehatan keluarga di Kelurahan Beji dengan nilai F hitung =47,290 > nilai F tabel = 3,191.
Read More
S-10099
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Fajriah Hanika Adzania; Pembimbing: Zakianis; Penguji: Ririn Arminsih Wulandari, Rosa Ambarsari
Abstrak:
Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan faktor-faktor sosioekonomi dan demografi dengan timbulan sampah elektronik di DKI Jakarta. Metode: Desain studi korelasidengan unit analisis kecamatan di Provinsi DKI Jakarta yang berjumlah 44. Data yang digunakan merupakan data sekunder dari Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Badan Pusat Statistik, dan Data Terbuka Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Data akan diolah menggunakan analisis univariat, analisis bivariat, dan analisis spasial, kemudian data ditampilkan dalam bentuk tabel dan gambar.
Read More
S-10816
Depok : FKM UI, 2021
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Novita Arie Setiawati; Pembimbing: Diah Mulyawati Utari; Penguji: Kusharisupeni, Sandra Fikawati, Agus Triwinarto, Lukas C. Hernawan
Abstrak:
Prevalensi kejadian BBLR di Indonesia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 sebesar 10.2% dengan proporsi BBLR di daerah perkotaan dan perdesaan sebesar 9.4% dan 11.2%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor dominan terhadap kejadian BBLR di daerah perkotaan dan perdesaan di Indonesia. Penelitian ini merupakan penelitian cross-sectional dengan menggunakan data sekunder Survei Demografi dan Kesehatan (SDKI) tahun 2017. Responden dalam penelitian ini sebanyak 11.188 WUS yang terbagi menjadi 5.852 di daerah perkotaan dan 5.336 di daerah perdesaan. Hasil penelitian di Indonesia menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara tingkat pendidikan responden (p = 0.000; OR = 1.471; 95% CI = 1.252-1.730), frekuensi pemeriksaan kehamilan (p = 0.000; OR = 1.713; 95% CI = 1.317-2.229), usia kehamilan saat pertama kali pemeriksaan (p = 0.026; OR = 1.246; 95% CI = 1.031-1.505), dan jumlah konsumsi TTD (p = 0.000; OR = 1.312; 95% CI = 1.131-1.621) dengan BBLR. Sedangkan di perkotaan, faktor yang berhubungan dengan BBLR adalah paritas (p = 0.039; OR = 1.258; 95% CI = 1.018-1.555), tingkat pendidikan responden (p = 0.001; OR = 1.542; 95% CI = 1.199-1.983) dan jumlah konsumsi TTD (p = 0.020; OR = 1.283; 95% CI = 1.044-1.576), dan di perdesaan adalah tingkat pendidikan responden (p = 0.002; OR = 1.423; 95% CI = 1.145-1.769), frekuensi pemeriksaan kehamilan (p = 0.000; OR = 1.878; 95% CI = 1.345-2.622), tempat pemeriksaan kehamilan (p = 0.037; OR = 0.781; 95% CI = 0.622-0.980), dan jumlah konsumsi TTD (p = 0.010; OR = 1.336; 95% CI = 1.075-1.660). Faktor yang paling dominan terhadap kejadian BBLR di Indonesia dan perdesaan adalah frekuensi pemeriksaan kehamilan, sedangkan di perkotaan adalah tingkat pendidikan responden. Berdasarkan hasil penelitian ini, diharapkan dilakukan sosialisasi dan edukasi terkait kehamilan seperti pemeriksaan kehamilan secara teratur, meningkatkan tingkat pendidikan formal WUS, dan konsumsi TTD secara teratur.
The prevalence of LBW in Indonesia based on the 2013 Basic Health Research was 10.2% with the proportion of LBW in urban and rural areas 9.4% and 11.2%. This study aims to analyze the dominant factors on LBW occurrence in urban and rural areas in Indonesia. This study is a cross-sectional study using secondary data from the Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017. Respondents in this study were 11,188 woman of childbearing age divided into 5,852 in urban areas and 5,336 in rural areas. The results of research in Indonesia showed a significant relationship between respondent’s education level (p = 0,000; OR = 1,471; 95% CI = 1,252-1,730), the frequency of antenatal care (p = 0,000; OR = 1,713; 95% CI = 1,317-2,229 ), gestational age at first examination (p = 0.026; OR = 1,246; 95% CI = 1,031-1,505), and total iron tablet consumption (p = 0,000; OR = 1,312; 95% CI = 1,131-1,621) with LBW. While in urban areas, factors related to LBW are parity (p = 0.039; OR = 1,258; 95% CI = 1,018-1,555), respondent’s education level (p = 0.001; OR = 1,542; 95% CI = 1,199-1,983) and total iron tablet consumption (p = 0.020; OR = 1,283; 95% CI = 1,044-1,576), and in rural areas is respondent’s education level (p = 0.002; OR = 1,423; 95% CI = 1,145-1,769), the frequency of antenatal care ( p = 0,000; OR = 1,878; 95% CI = 1,345-2,622), place of antenatal care (p = 0.037; OR = 0.781; 95% CI = 0.622-0.980), and total iron tablet consumption (p = 0.010; OR = 1.336 95% CI = 1,075-1,660). The most dominant factor for LBW occurrence in Indonesia and rural areas is the frequency of antenatal care, while in urban areas is the education level of respondents. Based on the results of this study, it is expected that socialization and education related to pregnancy such as regular pregnancy checks, increasing formal education level of woman of childbearing age, and regular consumption of TTD.
Read More
The prevalence of LBW in Indonesia based on the 2013 Basic Health Research was 10.2% with the proportion of LBW in urban and rural areas 9.4% and 11.2%. This study aims to analyze the dominant factors on LBW occurrence in urban and rural areas in Indonesia. This study is a cross-sectional study using secondary data from the Demographic and Health Survey (IDHS) in 2017. Respondents in this study were 11,188 woman of childbearing age divided into 5,852 in urban areas and 5,336 in rural areas. The results of research in Indonesia showed a significant relationship between respondent’s education level (p = 0,000; OR = 1,471; 95% CI = 1,252-1,730), the frequency of antenatal care (p = 0,000; OR = 1,713; 95% CI = 1,317-2,229 ), gestational age at first examination (p = 0.026; OR = 1,246; 95% CI = 1,031-1,505), and total iron tablet consumption (p = 0,000; OR = 1,312; 95% CI = 1,131-1,621) with LBW. While in urban areas, factors related to LBW are parity (p = 0.039; OR = 1,258; 95% CI = 1,018-1,555), respondent’s education level (p = 0.001; OR = 1,542; 95% CI = 1,199-1,983) and total iron tablet consumption (p = 0.020; OR = 1,283; 95% CI = 1,044-1,576), and in rural areas is respondent’s education level (p = 0.002; OR = 1,423; 95% CI = 1,145-1,769), the frequency of antenatal care ( p = 0,000; OR = 1,878; 95% CI = 1,345-2,622), place of antenatal care (p = 0.037; OR = 0.781; 95% CI = 0.622-0.980), and total iron tablet consumption (p = 0.010; OR = 1.336 95% CI = 1,075-1,660). The most dominant factor for LBW occurrence in Indonesia and rural areas is the frequency of antenatal care, while in urban areas is the education level of respondents. Based on the results of this study, it is expected that socialization and education related to pregnancy such as regular pregnancy checks, increasing formal education level of woman of childbearing age, and regular consumption of TTD.
T-5811
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Zulfa Huria Triafani; Pembimbing: Pandu Riono; Penguji: Sudijanto Kamso, Nurjannah
Abstrak:
Tingkat pendidikan yang lebih tinggi pada seorang pria umumnya dikaitkan dengan peningkatan untuk melakukan perilaku seks dengan imbalan. Perilaku seks dengan imbalan merupakan perilaku seseorang dalam melakukan layanan seksual dengan cara memberi uang atau barang. Perilaku seks dengan imbalan dikategorikan sebagai perilaku seksual yang berisiko tinggi untuk tertular HIV. Pada tahun 2017, kelompok berisiko pada pria penjaja seks merupakan kelompok yang tertinggi diantara populasi kunci lainnya, yaitu (9,36%). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan dan faktor lainnya yang bisa berpengaruh terhadap perilaku seks dengan imbalan pada pria kawin di Indonesia tahun 2017. Penelitian ini menggunakan data sekunder dari Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017. Analisis yang digunakan adalah regresi logistik yang dilakukan pada 10.009 responden berusia 15-54 tahun yang menjawab pertanyaan pada bagian kuesioner pria kawin. Hasil analisis multivariabel didapatkan bahwa terdapat asosiasi antara tingkat pendidikan dengan perilaku seks dengan imbalan, dimana responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat sekolah menengah memiliki odds 1,3 kali lebih besar untuk melakukan seks imbalan dibandingkan dengan responden yang memiliki pendidikan tamat sekolah menengah atau perguruan tinggi, sedangkan setelah di kontrol dengan variabel confounder perbandingan odds nya tidak terlalu jauh berbeda yaitu menjadi odds 1,33. Oleh karena itu, program pencegahan pada perilaku berisiko tinggi perlu terus ditingkatkan terutama bagi kelompok pria yang melakukan seks dengan imbalan untuk mencegah penularan virus HIV dan IMS. Kata kunci: Pria kawin, perilaku seks dengan imbalan, tingkat pendidikan, HIV IMS A higher level of education in a men is generally associated with an increase in transactional sex. Transactional sex is a person's behavior in conducting sexual services by giving money or goods. Transactional sex is categorized as high-risk sexual behavior for contracting HIV. In 2017, the risk groups among sex workers were the highest among the other key populations (9.36%). The purpose of this study was to determine the effect of education level and other factors that could influence sexual behavior in return for married men in Indonesia in 2017. This study uses secondary data from the Indonesian Health Demographic Survey (IDHS) in 2017. The analysis used is regression logistics carried out on 10.009 respondents aged 15-54 who answered questions in the questionnaire for married men. The results of multivariable analysis found that there is an association between the level of education with transactional sex, where respondents who have an education level not graduated from high school have 1.3 times greater odds of engaging in transactional sex compared to respondents who have completed high school or college education , whereas after being controlled with a confounder variable the odds ratio is not too far which is 1.33. Therefore, prevention programs on high-risk behaviors need to be continuously improved for groups of men who have sex in return to prevent transmission of the HIV and STI viruses. Key words: Married men, paid sex, education level, HIV, STIs.
Read More
S-10379
Depok : FKM-UI, 2020
S1 - Skripsi Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Fatimah; Pembimbing: Asri C. Adisasmita; Penguji: Sudarto Ronoatmodjo, Zakiyah
Abstrak:
Read More
Continuum of Care (CoC) menjadi layanan kesehatan yang berkelanjutan dan menekankan perawatan sepanjang kehidupan individu. Tingkat pendidikan ibu hamil memainkan peran kunci dalam efektivitas Continuum of Care. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh tingkat pendidikan terhadap Continuum of Care (CoC) di 6 Puskesmas mampu PONED kota Depok Tahun 2023. Studi dilakukan menggunakan desain kohort retrospektif dengan sumber data buku registrasi kohort ibu. Sampel pada penelitian ini terdiri dari seluruh ibu hamil yang terdaftar dalam kohort ibu yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi di 6 (enam) Puskesmas (Puskesmas Beji, Puskesmas Pancoran Mas, Puskesmas Limo, Puskesmas Cimanggis, Puskesmas Ratujaya, Puskesmas Sukmajaya) di Kota Depok Tahun 2023. Analisis multivariat menggunakan regresi cox. Jumlah sampel sebanyak 434 ibu hamil. Hasil penelitian menunjukkan ibu hamil dengan tingkat pendidikan tinggi memiliki peluang 2,37 kali lebih besar untuk mendapatkan CoC yang adekuat setelah dikontrol oleh riwayat abortus dan riwayat komplikasi kehamilan (95%CI:0,83-6,83). Berdasarkan perhitungan PAR%, ibu hamil memiliki pendidikan tinggi dapat meningkatkan CoC pada populasi sebesar 47,76%. Pada kelompok yang berpendidikan tinggi, ibu hamil yang melakukan CoC adekuat dapat meningkat 53,93% dengan memiliki pendidikan tinggi. Perlunya monitoring dan evaluasi kegiatan kelas ibu hamil dan inovasi terkait peningkatan pemahaman pentingnya CoC bagi ibu hamil.
Continuum of Care (CoC) is becoming a continuous health service and emphasizes care throughout an individual's life. The education level of pregnant women plays a key role in the effectiveness of the Continuum of Care. The purpose of this study was to determine effect of education level on Continuum of Care (CoC) in 6 PONED community health centers at Depok city in 2023. The study was using retrospective cohort with a data source of maternal cohort registration book. The sample consisted of all pregnant women registered in the maternal cohort who met inclusion and exclusion criteria. Multivariate analysis using cox regression. The sample size was 434 pregnant women. The results showed that pregnant women with a high level of education had 2.37 times greater chance of getting adequate CoC after controlled by a history of abortion and a history of pregnancy complications (95%CI: 0.83-6.83). Based on the calculation of PAR%, pregnant women with high education can increase CoC in the population by 47.76%. In the highly educated group, pregnant women who perform adequate CoC can increase 53.93% by having high education. Need monitoring and evaluation of pregnant women's class activities and innovations to increase understanding of the importance of CoC.
T-7030
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
