Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 12 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Pradita Rani Nurharianti; Pembimbing: Nasrin Kodim, Ratna Djuwita; Penguji: Fidiansjah, Uswatun Hasanah
Abstrak: Prediabetes merupakan golden period dalam menunda terjadinya diabetes melitus tipe 2 karena pada periode ini perjalanan penyakit masih bisa dihentikan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak stres pada konversi prediabetes menjadi diabetes melitus tipe 2 pada orang dewasa. Penelitian ini menggunakan desain kohort retrospektif. Data yang digunakan adalah data sekunder dari Studi Kohort Faktor Risiko untuk Penyakit Tidak Menular di Bogor, Indonesia. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan sejak 2011 hingga 2015 dengan total populasi 5.890. Berdasarkan kriteria eksklusi dan inklusi, total subjek penelitian adalah 1059. Selama 5 tahun pengamatan, di antara subjek usia dewasa prediabetik ada 169 subjek yang dikategorikan sebagai T2DM dan 219 subjek dikategorikan sebagai stres. Analisis bivariat menunjukkan bahwa stres dan usia pada awal merupakan faktor risiko pada konversi pradiabetes menjadi T2DM (p <0,05). Model akhir pada analisis multivariat, menunjukkan hazard rasio stres sebesar 1,815 (95% CI: 1,307 - 2,520) dengan p <0,05. Temuan ini, diharapkan dapat digunakan sebagai informasi dan motivasi dalam upaya melakukan pencegahan dan pengendalian T2DM. Terutama pada individu dengan prediabetes yang menderita stres karena memiliki pengaruh terhadap konversi prediabetes menjadi T2DM.
Kata kunci: Diabetes melitus tipe 2, prediabetes, stres, dewasa

Prediabetes is a golden period in delaying the occurrence of type 2 diabetes mellitus because in this period the course of the disease can still be stopped. The study aim was to knowing the impact of stress on the conversion of prediabetes to type 2 diabetes mellitus in adults. This study used retrospective cohort design. The data used are secondary data from the Cohort Study of Risk Factors for Non-Communicable Diseases in Bogor, Indonesia. Data collection in this study was carried out since 2011 until 2015 with a total population of 5890. Based on the exclusion and inclusion criteria, the total of study participants were 1059. During 5 years of follow-up, among prediabetic adults there were 169 subjects categorized as T2DM and 219 subjects categorized as stressed. Bivariate analysis shows that stress and age at baseline is a risk factor on the conversion of prediabetes to T2DM (p < 0,05). Final model on multivariate analysis, shows the hazard ratio of stress was 1.815 (95% CI: 1.307 - 2.520) with p < 0.05. This findings, expected to be used as information and motivation in an effort to make prevention and control of T2DM. Especially in individuals with prediabetes who suffer from stress because it has an impact with conversion of prediabetes to T2DM.
Key words: Type 2 diabetes mellitus, prediabetes, stress, adults
Read More
T-5471
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Laura Handryani; Pembimbing: Tri Yunis Wahyono; Penguji: Helda, Uswatun Hasanah
Abstrak: Hipertensi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang harus diperhatikan karena merupakan faktor risiko utama terjadinya penyakit kardiovaskuler dan prevalensinya semakin meningkat dari tahun ke tahun. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prevalensi hipertensi dan hubungan antara faktor risiko hipertensi dengan hipertensi pada penduduk usia produktif di Jakarta Timur pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan jumlah sampel sebesar 314 orang berumur 15-64 tahun. Hasil penelitian ini ini menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Jakarta Timur berdasarkan data Posbindu Jakarta Timur adalah sebesar 47,1%. Faktor risiko yang memiliki hubungan bermakna dengan hipertensi adalah usia, jenis kelamin, riwayat hipertensi keluarga, dan obesitas. Kata kunci: hipertensi, usia produktif, jakarta timur Hypertension is a public health problem that must be considered because it is the major risk factor for cardiovascular disease and its prevalence is increasing year by year. This study aims to determine the prevalence of hypertension and the relationship between risk factors for hypertension and hypertension in the productive age population in East Jakarta in 2017. The study used a cross sectional study design with a total sample of 314 people aged 15-64 years. The results of this study indicate that the prevalence of hypertension in East Jakarta based on East Jakarta Posbindu data is 47.1%. Risk factors that have a significant relationship with hypertension are age, sex, family history of hypertension, and obesity. Keywords: hypertension, productive age, east jakarta
Read More
S-9914
Depok : FKM-UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Kartika Pratiwi; Pembimbing: Yovsyah; Penguji: Nasrin Kodim, Uswatun Hasanah
Abstrak: Penyakit kardiovaskular adalah penyebab nomor satu kematian akibat PTM, menurut WHO pada tahun 2015 kematian akibat penyakit kardiovaskular mewakili 31 17 juta dari total semua kematian secara global dan 7,4 juta diantaranya disebabkan oleh PJK. Di Indonesia, peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat PTM mendapat sumbangsih terbesar dari penyakit kardiovaskular, dimana PJK adalah penyakit kardiovaskular yang memiliki angka kejadian tertinggi. PJK disebabkan oleh faktor risiko yang dapat dimodifikasi dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi. Angka kejadian PJK dapat dikendalikan apabila faktor risiko dapat terkendali, mengingat terdapat faktor risiko dari PJK yang dapat dimodifikasi atau dikendalikan kondisinya. DKI Jakarta menjadi daerah kedua tertinggi dengan kejadian PJK di Indonesia. Namun, hubungan antara faktor-faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan kejadian PJK serta faktor risiko yang paling dominan diantaranya masih belum diketahui di DKI Jakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana hubungan antara beberapa faktor risiko yang dapat dimodifikasi dengan kejadian PJK di DKI Jakarta serta menelusuri faktor risiko yang paling berhubungan dominan dari kejadian PJK tersebut dengan melakukan analisa lanjutan data Posbindu PTM tahun 2015-2018. Desain penelitian menggunakan desain cross sectional dan analisa dilakukan sampai tahap analisa multivariat menggunakan uji regresi logistik. Dari 30.459 responden usia ge;15 tahun diperoleh prevalensi PJK sebesar 3,4 . Perilaku merokok p value= 0,000; OR= 6,53 95 CI 4,826 ndash; 8,838, kurang aktivitas fisik p value= 0,045; OR= 0,745 95 CI 0,558 ndash; 0,993, konsumsi alkohol p value= 0,000; OR= 3057,076 95 CI 1786,92 ndash; 5230,06, diabetes melitus p value= 0,000; OR= 0,161 95 CI 0,161-0,508, dan hipertensi p value= 0,000; OR= 0,284 95 CI 0,284-0,526 menjadi faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan kejadian PJK. Faktor risiko dominan dari kejadian PJK di DKI Jakarta adalah konsumsi alkohol. Upaya promotif dan preventif diharapkan lebih digencarkan guna menekan angka kejadian PJK serta perlu adanya survey lebih lanjut terkait konsumsi alkohol masyarakat mengingat konsumsi alkohol menjadi faktor dominan pada penelitian ini dan menurut literatur pengaruhnya memang besar terhadap kerusakan fungsi jantung.
 

Cardiovascular disease is the number one cause of death from NCD, according to WHO in 2015 deaths from cardiovascular disease represent 31 17 million of total all deaths globally and 7.4 million are caused by CHD. In Indonesia, the increase in morbidity and mortality due to NCD has the greatest contribution from cardiovascular disease, where CHD is the highest prevalence of cardiovascular disease. CHD is caused by modifiable risk factors and unmodifiable risk factors. The prevalence of CHD can be controlled if risk factors can be controlled, considering there are risk factors from CHD that can be modified. DKI Jakarta becomes the second highest area with the prevalence of CHD in Indonesia. However, the relation between modifiable risk factors and CHD and the most dominant risk factors among them remains unknown in DKI Jakarta. The aim of this study is to know how the relation between some risk factors that can be modified with CHD in DKI Jakarta and find the most dominant risk factor associated with PJK by doing further analysis of data Posbindu PTM 2015 2018. This study used cross sectional design and the analysis was done until multivariate analysis stage using logistic regression test. From 30.459 respondents aged ge 15 years, the prevalence of CHD was 3.4. Smoking behavior p value 0,000 OR 6,53 95 CI 4,826 ndash 8,838 , physical inactivity p value 0,045 OR 0,745 95 CI 0,558 ndash 0,993, alcohol consumption p value 0,000 OR 3057,076 95 CI 1786,92-5230,06, diabetes mellitus, value 0,000 OR 0,161 95 CI 0,161 ndash 0,508, and hypertension p value 0,000 OR 0,284 95 CI 0,284 ndash 0,526 are factors that have significant relations with CHD. The dominant risk factor of CHD in DKI Jakarta is alcohol consumption. Promotive and preventive efforts are expected to be intensified in order to reduce the incidence of CHD and the need for further surveys related to alcohol consumption because alcohol consumption is the dominant factor in this study and according to the literature it has great effect on heart function damage.
Read More
S-9644
Depok : FKM-UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aisha Indreswari Arsyaningrum; Pembimbing: Tris Eryando; Penguji: Milla Herdayati, Uswatun Hasanah
Abstrak: Pendahuluan: Obesitas saat ini telah berkontribusi dalam 2,8 juta kematian di seluruhdunia. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi obesitas adalah gangguan mentalemosional. Gangguan mental emosional dapat mempengaruhi kejadian obesitasdikarenakan seseorang yang sedang dalam kondisi stres cenderung makan makananmanis, karena makanan manis memiliki efek menenangkan dan dapat memperbaikisuasana hati. Penelitian ini ingin mengetahui pengaruh gangguan mental emosionalterhadap kejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013.Metode Penelitian: Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari RisetKesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 dan menggunakan desain studi cross sectional.Penelitian ini dilakukan pada penduduk berusia diatas 18 tahun dengan jumlah sampel633.612 orang.Hasil: Berdasarkan hasil analisis hubungan antara gangguan mental emosional denganobesitas diperoleh hasil bahwa gangguan mental emosional tidak memiliki hubunganpositif dengan kejadian obesitas (OR=0,940). Hasil analisis multivariat denganmengontrol pengaruh dari status perkawinan, jenis kelamin, tempat tinggal, aktivitasfisik dan pola makan menggambarkan bahwa gangguan mental emosional merupakanfaktor protektif dari kejadian obesitas (p=0,007, OR=0,945).Kesimpulan: Status gangguan mental emosional merupakan faktor protektif darikejadian obesitas pada penduduk usia dewasa di Indonesia tahun 2013.Kata kunci:Obesitas; Gangguan Mental Emosional; Dewasa.
Read More
S-9773
Depok : FKM-UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Inez Sakhi Wisista; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Popy Yuniar, Uswatun Hasanah
Abstrak:
Latar belakang: Kanker payudara merupakan penyebab utama kematian akibat kanker pada perempuan di Indonesia, dengan data Global Cancer Observatory 2022 mencatatkan 68.271 kasus baru, 209.748 kasus dalam lima tahun terakhir, dan 22.598 kematian. Angka kesintasan 5 tahun pasien kanker payudara di Indonesia relatif rendah dibandingkan dengan negara lain. Berbagai faktor, termasuk faktor individu dan layanan kesehatan, dapat memengaruhi kesintasan pasien. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kesintasan pasien kanker payudara peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) beserta faktor-faktor yang memengaruhinya. Metode: Penelitian ini menggunakan Data Sampel BPJS Kesehatan tahun 2018-2023 dengan desain studi kohort retrospektif. Analisis dilakukan dengan metode Kaplan-Meier dan uji Cox Proportional Hazard. Hasil: Hasil penelitian menunjukkan tingkat kesintasan 5 tahun sebesar 52,2% (95% CI: 46,4-58,7%), yang menunjukkan tingkat kesintasan yang masih rendah. Faktor individu yang berpengaruh terhadap kesintasan adalah status kawin/cerai (aHR = 1,632; 95% CI: 1,102 – 2,416), wilayah tinggal di Regional 4 (aHR = 2,230; 95% CI: 1,497 – 3,321), dan adanya penyakit penyerta ≥1 (aHR = 1,498; 95% CI: 1,182 – 1,899). Sementara itu, faktor penyedia layanan kesehatan yang memengaruhi kesintasan adalah tingkat keparahan II (aHR = 5,566; 95% CI: 3,396 – 9,12) dan tingkat keparahan III (aHR = 11,118; 95% CI: 6,706 – 18,432). Kesimpulan: Kesintasan 5 tahun pasien kanker payudara di Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan peningkatan upaya penanggulangan kanker payudara secara komprehensif, mulai dari masyarakat, BPJS Kesehatan, hingga pemangku kebijakan.


Background: Breast cancer is the leading cause of cancer-related deaths among women in Indonesia, with data from the Global Cancer Observatory 2022 recording 68,271 new cases, 209,748 cases in the last five years, and 22,598 deaths. The 5-year survival rate of breast cancer patients in Indonesia remains relatively low compared to other countries. Various factors, including individual factors and healthcare services, may affect patient survival. Therefore, this study was conducted to determine the 5-year survival rate of breast cancer patients under the National Health Insurance (JKN) program and the factors influencing it. Methods: This study uses data from the BPJS Kesehatan sample from 2018 to 2023 with a retrospective cohort study design. The analysis was conducted using the Kaplan-Meier method and Cox Proportional Hazard test. Results: The study found a 5-year survival rate of 52.2% (95% CI: 46.4-58.7%), indicating a still-low survival rate. Individual factors that influenced survival were marital status (aHR = 1.632; 95% CI: 1.102 – 2.416), residence in Regional 4 (aHR = 2.230; 95% CI: 1.497 – 3.321), and the presence of one or more comorbidities (aHR = 1.498; 95% CI: 1.182 – 1.899). Meanwhile, healthcare provider-related factors influencing survival were severity level II (aHR = 5.566; 95% CI: 3.396 – 9.12) and severity level III (aHR = 11.118; 95% CI: 6.706 – 18.432). Conclusion: The 5-year survival rate of breast cancer patients in Indonesia remains low. Therefore, comprehensive efforts are needed to address breast cancer, involving the community, BPJS Kesehatan, and policymakers.
Read More
S-12037
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fenia Utami; Pembimbing: Ratna Djuwita; Penguji: Ahmad Syafiq, Uswatun Hasanah
Abstrak:
Dewasa muda merupakan fase peralihan yang mana pada fase ini rentan untuk mengembangkan gangguan makan termasuk sindrom makan malam. Sindrom makan malam dapat menyebabkan obesitas yang menjadi pemicu penyakit kronis lainnya. Prevalensi sindrom makan malam di Indonesia belum diketahui dan masih sedikitnya penelitian terkait faktor risiko sindrom makan malam sehingga perlu dilakukan penelitian ini. Tujuan penelitian ini, yaitu mengetahui prevalensi sindrom makan malam pada kelompok dewasa muda di Indonesia dan menganalisis hubungan sindrom makan malam terhadap kualitas tidur dan aktivitas fisik. Desain studi penelitian menggunakan cross-sectional dengan menggunakan teknik sampling purposive sampling dengan responden dewasa muda di Pulau Jawa. Prevalensi sindrom makan malam sebesar 46,2%. Kualitas tidur merupakan faktor risiko terjadinya sindrom makan malam (Nilai PR= 2,25). Efek gabungan kualitas tidur dan aktivitas fisik terbesar terjadi pada kelompok kualitas tidur buruk dan aktivitas fisik kurang (Nilai PR = 2,19). Pekerja dengan kualitas tidur buruk dan aktivitas fisik kurang memiliki risiko mengalami sindrom makan malam terbesar (nilai PR= 2,87). Sosial media, tingkat pendapatan > 5 juta, jenis pekerjaan sebagai pekerja merupakan variabel konfounding. Prevalensi sindrom makan malam pada dewasa muda di Indonesia sebesar 46,2% dan kualitas tidur menjadi faktor yang paling mempengaruhi terjadinya sindrom makan malam.

Young adulthood is a transitional phase prone to developing night-eating syndrome. Night eating syndrome can lead to obesity which triggers other chronic diseases. The prevalence of night-eating syndrome in Indonesia is unknown, and limited studies regarding night-eating syndrome in Indonesia. This study aimed to determine the prevalence of night eating syndrome in young adults in Indonesia and analyze the relationship of night eating syndrome to sleep quality and physical activity. The research design used a cross-sectional and purposive sampling technique with young adult respondents in Java Island as the sample. The prevalence of night eating syndrome was 46.2%. Sleep quality is a risk factor for night-eating syndrome (PR value = 2.25). The combined effect of sleep quality and physical activity was most significant in the poor sleep quality and physical activity group (PR value = 2.19). Workers with poor sleep quality and less physical activity had the most important risk of developing night-eating syndrome (PR value = 2.87). Social media, income level > 5 million, and type of work as a worker are confounding variables. The prevalence of night-eating syndrome in young adults in Indonesia is 46.2%, and sleep quality is the most influential factor in night-eating syndrome.
Read More
S-11264
Depok : FKM-UI, 2023
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Maritsa Putriniandi Az-Zahra; Pembimbing: Iwan Ariawan; Penguji: Popy Yuniar, Uswatun Hasanah
Abstrak:
Diabetes melitus tipe 2 adalah penyakit tidak menular yang dapat diobati dan konsekuensinya dapat dihindari atau ditunda dengan pola makan, aktivitas fisik, pengobatan, serta skrining dan pengobatan komplikasi secara teratur. Namun, penyakit ini didiagnosis beberapa tahun setelah timbul sehingga komplikasi dan komorbid telah muncul dan menjadi kasus penyakit yang sering sekali masuk dalam daftar 10 besar penyakit yang menjalani rawat inap. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat keparahan dan komorbiditas terhadap lama rawat inap pasien diabetes melitus tipe 2 di FKRTL pada peserta BPJS Kesehatan tahun 2023, dengan dikontrol oleh variabel tipe FKRTL, kepemilikan FKRTL, segmentasi, kelas rawat, usia, dan jenis kelamin. Penelitian ini menggunakan data sampel BPJS Kesehatan 2023 dengan studi potong-lintang. Analisis yang dilakukan mencangkup analisis univariat, bivariat, dan multivariat. Analisis bivariat menghasilkan hubungan yang signifikan antara tingkat keparahan terhadap lama rawat inap (p-value= 0,001) dan hasil yang tidak signifikan untuk komorbiditas dengan lama rawat inap (p-value= 0,285). Tingkat keparahan sedang dan berat dan komorbiditas dengan skor CCI lebih dari sama dengan 1 beresiko lebih tinggi untuk menjalani lama rawat inap panjang dan beresiko lebih rendah untuk menjalani rawat inap pendek daripada ideal (RRR=4,95; 95%CI=0,82–29,85; RRR=0,46; 95%CI=0,29–0,72 | RRR=1,11; 95%CI= 0,25–4,92; RRR=0,67; 95%CI=0,41–1,10). Analisis multivariat untuk mengontrol variabel tipe FKRTL, kepemilikan FKRTL, segmentasi, kelas rawat, usia, dan jenis kelamin didapatkan hasil yang tetap signifikan antara tingkat keparahan dengan lama rawat inap setelah dikontrol oleh variabel tipe FKRTL dan kepemilikan FKRTL dan komorbiditas tetap tidak signifikan walaupun setelah dikontrol oleh variabel kontrol. Upaya peningkatan program deteksi dini klinis derajat tingkat keparahan dan komorbid DM tipe 2 agar tidak memperpanjang durasi rawat inap akibat komplikasi dan keparahan yang menimbulkan beban kesehatan yang berarti.


Type 2 diabetes mellitus is a non-communicable disease that can be treated, and its consequences can be prevented or delayed through proper diet, physical activity, medication, as well as regular screening and treatment of complications. However, this disease is often diagnosed several years after onset, by which time complications and comorbidities may have developed, making it one of the top 10 causes of hospitalizations. This study aims to determine the effect of severity and comorbidity on the length of hospital stay among patients with type 2 diabetes mellitus in advanced referral health facilities (FKRTL) among BPJS Kesehatan participants in 2023, controlled for variables such as FKRTL type, FKRTL ownership, segmentation, care class, age, and gender. This research used 2023 BPJS Kesehatan sample data with a cross-sectional study design. The analysis included univariate, bivariate, and multivariate methods. Bivariate analysis showed a significant relationship between severity and length of stay (p-value = 0.001), while comorbidities were not significantly associated with length of stay (p-value = 0.285). Moderate to severe severity and comorbidities with a CCI score of ≥1 were associated with a higher risk of prolonged hospitalization and a lower risk of short hospitalization compared to the ideal length of stay (RRR = 4.95; 95% CI = 0.82–29.85; RRR = 0.46; 95% CI = 0.29–0.72 | RRR = 1.11; 95% CI = 0.25–4.92; RRR = 0.67; 95% CI = 0.41–1.10). Multivariate analysis controlling for FKRTL type, FKRTL ownership, segmentation, care class, age, and gender showed that the association between severity and length of stay remained significant after controlling for FKRTL type and FKRTL ownership, while the association between comorbidity and length of stay remained insignificant even after adjusting for control variables. Efforts to enhance clinical early detection programs for the severity level and comorbidities of type 2 diabetes mellitus are necessary to prevent prolonged hospital stays due to complications and disease severity, which contribute to a significant healthcare burden.
Read More
S-12078
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Martina; Pembimbing: Asri, C. Adisasmita, Nurhayati Prihartono; Penguji: Felly Philipus Senewe, Uswatun Hasanah
Abstrak: Diabetes dan stroke memiliki hubungan yang erat, terutama apabila tidak dilakukan pengendalian gula darah. Penderita diabetes mellitus (DM) rentan untuk mengalami komplikasi penyakit stroke. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsumsi sayur dan buah dengan kejadian stroke pada populasi DM. Penelitian ini menggunakan desain cohort retrospective menggunakan data Indonesian Family Life Survey 4-5. Sampel yang dianalisis pada penelitian ini berjumlah 5.953 setelah memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Analisis multivariat menggunakan uji regresi logistik digunakan untuk mengetahui pengaruh konsumsi sayur dan buah dalam menyebabkan stroke pada populasi DM. Hasil penelitian didapatkan prevalensi stroke pada populasi DM sebesar 2,7%. Analisis multivariat menunjukkan bahwa orang yang mengonsumsi sayur dan buah cukup pada IFLS-4 dan IFLS-5 yaitu dapat menurunkan risiko 89,9%. Pada responden yang mengonsumsi sayur dan buah cukup pada IFLS-4 dan kurang pada IFLS-5 dapat menurunkan risiko 87,7%. Risiko stroke dapat dicegah atau diturunkan 16,8% jika mengonsumsi sayur dan buah yang cukup berdasarkan hasil perhitungan ukuran dampak. Perlu adanya adanya skrining lebih ketat untuk mencegah stroke pada populasi DM. Selain itu perlu adanya peningkatan kualitas pelaksanaan Posbindu PTM dari pemerintah untuk pemantauan faktor risiko serta deteksi dini PTM.
Read More
T-5539
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fauzan Budi Prasetya; Pembimbing: Putri Bungsu; Penguji: Ratna Djuwita Hatma, Uswatun Hasanah
Abstrak: Diabetes adalah salah satu penyebab kematian tertinggi di dunia. Indonesia merupakansalah satu negara dengan angka diabetes tertinggi. Aktivitas fisik merupakan salah satufaktor risiko penyakit diabetes yang dapat dimodifikasi. Penelitian ini bertujuan untukmengetahui kuatnya hubungan aktivitas fisik pada berbagai tingkat dengan penyakitdiabetes setelah dikontrol oleh variabel confounding. Penelitian ini merupakan analisislanjut Indonesian Family Life Survey Tahun 2014 (IFLS 2014). Metodologi penelitianyang digunakan dalam penelitian ini adalah cross-sectional dengan uji multivariat.Setelah dikontrol oleh variabel tempat tinggal, aktivitas fisik sedang (OR = 1,62 CI 95%:1,21 - 2,18) dan aktivitas fisik rendah (OR = 1,94 CI 95% = 1,47 - 2,56) lebih berisikodibandingkan aktivitas fisik tinggi untuk penyakit diabetes. Intervensi yang dapatdilakukan antara lain sinergitas antar lembaga seperti kementerian dan lembagapemerintah, lembaga swasta, non-profit, dan BPJS Kesehatan untuk program optimalisasiprogram aktivitas fisik yang sesuai dengan gaya hidup masyarakat urban sertameningkatkan fasilitas pendukung yang memadai untuk beraktivitas fisik tingkat sedanghingga berat di area perkotaan.Kata kunci:Diabetes, aktivitas fisik, IFLS 2014, cross-sectional
Diabetes is one of the leading death causes in the world. Indonesia is one of the highestrates of death caused by diabetes. Physical activity is one of the modifiable diabetes riskfactors. This study focuses on understanding association of physical activity in differencelevels and diabetes after being controlled by confounding variables. This study is ananalysis of Indonesian Family Life Survey Tahun 2014 (IFLS 2014). Researchmethodology in this study is cross-sectional with multivariate analysis. After beingcontrolled by residential area variable, moderate physical activity (OR = 1,62 CI 95%1,21 - 2,18) and low physical activity (OR = 1,94 CI 95% = 1,47 - 2,56) have higher riskcompared to high physical activity for diabetes. Health interventions that are feasible tobe executed are synergy between all departments and government bodies, the privatesector, non-profit, and BPJS Kesehatan (National Health Insurance) for optimization ofphysical activity program that is suitable for urban lifestyle and encouraging adequateinfrastructures and facilities for people in urban areas to be able to do moderate until highphysical activity.Key words:Diabetes, physical acitivity, IFLS 2014, cross-sectiona.
Read More
S-10232
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Rezavitawanti; Pembimbing: Helda; Penguji: Yovsyah, Esti Widiastuti, Uswatun Hasanah
Abstrak:

Berdasarkan Riskesdas 2018 terjadi peningkatan tren dari obesitas sentral yaitu 31,0% dibandingkan tahun 2013 sebesar 26,6%. Seiring dengan meningkatnya prevalensi obesitas sentral dapat meningkatkan penyakit degeneratif antara lain diabetes mellitus. Sebelum terjadinya diabetes pada seseorang maka didahului oleh suatu keadaan yang disebut prediabetes. Prevalensi prediabetes lebih besar dibandingkan prevalensi diabetes mellitus. Menurut Data IDF 2021 orang dewasa yang dapat mengalami TGT sebesar 10,6% pada tahun 2021, dan diperkirakan akan meningkat menjadi 11,4% pada tahun 2045. Adapun yang dapat mengalami GDPT sebesar 6,2% pada tahun 2021 dan diperkirakan meningkat menjadi 6,9% pada tahun 2045. Hasil Riskesdas 2018, penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat mengalami TGT sebesar 30,8% sedangkan yang dapat mengalami GDPT sebesar 26,3%. Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi prediabetes hampir dua kali lipat dari prevalensi Diabetes Melitus tipe 2 yaitu sebesar 10,2%. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan obesitas sentral dengan kejadian prediabetes di Puskesmas Jati Ranggon Kota Bekasi tahun 2023. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan data sekunder Puskesmas Jati Ranggon . Jumlah sampel 1241 orang yang memenuhi kriterian inklusi dan eksklusi dalam penelitian ini. Analisis data menggunakan cox regression. Prevalensi prediabtes sebesar 18,8%. Pada model akhir penelitian ini diketahui bahwa obesitas sentral mempunyai hubungan terhadap kejadian prediabetes setelah dikontrol dengan obesitas umum dengan nilai p=<0,001 dan PR=1,87 (95% CI; 1,40- 2,50). Kata kunci: Obesitas Sentral, Prediabetes.


 

Based on Riskesdas 2018, there was an increasing trend in central obesity, namely 31.0% compared to 2013, which was 26.6%. Along with the increasing prevalence of central obesity, degenerative diseases, including diabetes mellitus, can increase. Before diabetes occurs in a person, it is preceded by a condition called prediabetes. The prevalence of prediabetes is greater than the prevalence of diabetes mellitus. According to IDF 2021 data, adults who can experience TGT are 10.6% in 2021, and it is estimated that this will increase to 11.4% in 2045. Meanwhile, those who can experience GDPT are 6.2% in 2021 and are estimated to increase to 6 .9% in 2045. The 2018 Riskesdas results showed that 30.8% of the population aged 15 years and over could experience TGT, while 26.3% could experience GDPT. The results of Basic Health Research (Riskesdas) in 2007 showed that the prevalence of prediabetes was almost double the prevalence of type 2 diabetes mellitus, namely 10.2%. This study aims to determine the relationship between central obesity and the incidence of prediabetes at the Jati Ranggon Community Health Center, Bekasi City in 2023. This research uses a cross-sectional study design with secondary data from the Jati Ranggon Public Health Center. The total sample was 1241 people who met the inclusion and exclusion criteria in this study. Data analysis uses cox regression. The prevalence of prediabetes was 18.8%. In the final model of this study, it is known that central obesity has a relationship with the incidence of prediabetes after controlling for general obesity with a value of p=<0.001 and PR=1.87 (95% CI; 1.40-2.50). Key words: Central Obesity, Prediabetes.

Read More
T-7129
Depok : FKM UI, 2024
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive