Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 39747 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Desmon Prawiradinata; Pembimbing: Hendra; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Irma Setiawaty Wulandari
Abstrak: Penelitian ini membahas tentang analisis faktor-faktor yang berhubungan dengankejadian stres pada Pekerja di PT. X. Menurut Robbins (2006) mengemukakan terdapattiga kategori potensi stressor yaitu berasal dari faktor lingkungan, faktor organisasi, faktorindividu. Didukung dengan teori yang dikembangkan oleh Health, Safety, and Executive(2007) diketahui bahwa terdapat enam aspek dalam faktor organisasi yang berhubungandengan stres kerja. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa faktor organisasi danfaktor individu merupakan faktor yang memegang peranan dalam mengakibatkan streskerja.Jenis penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan menggunakan pendekatanmenggunakan desain penelitian cross sectional, Variabel independen ini meliputi faktororganisasi (tuntutan pekerjaan, kontrol terhadap pekerjaan, dukungan sosial, hubunganinterpersonal, peran dalam organisasi, perubahan pada organisasi) dan karakteristikindividu (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status pernikahan, masa kerja).Variable dependen yang diteliti adalah kejadian stres yang dialami pekerja di PT. X.Sampel pada penelitian ini berjumlah 136 responden. Analisis bivariat dilakukan denganuji Chi Square. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sebanyak 25 orang (18,4 %)mengalami kejadian stres berat, sebanyak 43 orang (31,6 %) mengalami kejadian stressedang, sebanyak 39 orang (28,7 %) mengalami kejadian stres sedang stres rendah, dansebanyak 29 responden (21,3 %) masuk dalam kategori tidak stres. Karakteristik individuyang terbukti berhubungan dengan kejadian stres kerja adalah tingkat pendidikan danstatus pernikahan. Sedangkan, seluruh faktor organisasi terbukti berhubungan dengankejadian stres kerja.
Kata kunci: stres kerja, stressor, faktor organisasi
This research is about the analysis of related factors that generate stress atworkplace on PT. X. According to Robbins (2006) suggests there are three categories ofpotential stressors which are derived from environmental, organizational, and individualfactors. Supported by a theory, developed by Health, Safety, and Executive (2007), thereare six aspects in management standards that are related to stress at workplace. Based onthis, it can be said that management standards and individual characteristics are factorsthat generate stress at workplace.This is the descriptive analytic with cross sectional design studies. Independentvariables which include on this reasearch are management standards (demands, control,support, relationships, role, and change) and individual characteristics (age, sex,education, marital status, years of service). Dependen variables which include on thisresearch is the incident of stress, experienced by workers at PT. X. With 136 respondents,researcher used chi-square for bivariate analysis. The result, 25 workers (18.4%)experienced severe stress level, 43 workers (31.6%) experienced moderate stress level,39 workers (28.7%) experienced a low stress level, and as many as 29 workers (21.3%)not having a stressed level. Individual characteristics that are proven to be associated withstress events are education level and marital status. Whereas, all management standardsare proven to be related stress at workplace in PT. X.
Keywords: work stress, stressor, management standards.
Read More
S-9651
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Zahratunnisa; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Fatma Lestari, Rezki Kurnianto
Abstrak:
Stres kerja merupakan respons fisik dan emosional yang merugikan akibat ketidakseimbangan antara tuntutan pekerjaan yang dirasakan dengan sumber daya, kemampuan, serta kebutuhan individu dalam mengatasinya. Berdasarkan penelitian terdahulu, stres kerja merupakan permasalahan global dengan prevalensi tinggi di berbagai sektor dan profesi. Risiko serupa juga dialami oleh pekerja kantoran yang menghadapi tekanan dari beban kerja kompleks, tuntutan tinggi, serta jam kerja fleksibel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor psikososial dan faktor individu terhadap kejadian stres kerja pada karyawan PT X, sebuah perusahaan manufaktur di DKI Jakarta. Faktor yang diteliti adalah faktor individu, faktor konteks kerja, dan faktor konten kerja. Penelitian menggunakan desain cross-sectional dengan pengumpulan data melalui kuesioner. Analisis data meliputi uji chi-square untuk hubungan bivariat dan regresi logistik untuk variabel dengan kategori >2 menggunakan SPSS 22.0 guna mengidentifikasi pengaruh faktor independen terhadap stres kerja. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa prevalensi stres kerja sedang di PT X adalah sebesar 8,7%. Hubungan signifikan (p-value<0,05) ditemukan pada 8 faktor, yaitu jenis kelamin, status pernikahan saat ini, status kepegawaian, pengembangan karier, home-work interface, lingkungan dan peralatan kerja, beban/kecepatan kerja, serta jadwal kerja. Oleh karena itu, diperlukan penerapan manajemen stres kerja yang holistik, terutama pada faktor yang berhubungan dengan stres kerja, untuk mencegah kejadian stres kerja yang lebih besar serta meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan pekerja.

Work related stress is a harmful physical and emotional response resulting from an imbalance between perceived job demands and available resources, individual capabilities, and coping needs. Previous research shows it’s a prevalent global issue across professions and sector, including office workers facing complex workloads, high demands, and flexible schedules. This cross-sectional study examined psychosocial (work context and content) and individual factos influencing work related stress among employees at PT X, located in DKI Jakarta, that is a manufacturing company, using questionnaire data analyzed with chi-square test and logistic regression (SPSS 22.0). Results indicated an 8,7% moderate stress prevalence, with significant associations (p<0,05) found for gender, marital status, employment type, career development, work-home interface, work environment, workload, and work schedules. These findings support the need for holistic stress management interventions targeting these factors to improve employee welbeing and productivity.
Read More
S-11979
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Aldi Dwi Putra; Pembimbing: Bambang Widanarko; Penguji: Dadan Erwandi, Yunita Rahayuningsih
Abstrak: Manufaktur merupakan salah satu sector industri yang memiliki risiko gangguan otot rangka. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor risiko dari gejala gangguan otot rangka. Penelitian dilakukan pada bulan Maret-April 2018 dengan melibatkan 51 orang operator pada area mixing rubber dan 40 orang pekerja kantor di PT X yang merupakan perusahaan manufaktur komponen kendaraan bermotor. Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional dengan instrument pengambilan data berupa kuesioner QEC dan kombinasi kuesioner psikososial. Variabel independent pada penelitian ini yaitu karakteristik individu pekerja (usia, jenis kelamin, IMT, status merokok dan lama kerja), faktor fisik di tempat kerja (force, postur janggal, gerakan berulang, dan coupling) dan faktor psikososial (tuntutan kerja, kendali terhadap pekerjaan, dukungan social, skill discretion, kepuasan kerja, dan stress kerja). Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara IMT dengan gejala pada punggung atas, lama kerja dengan gejala pada pergelangan tangan, faktor risiko fifik yang tinggi dengan gejala pada leher, skill discretion dengan gejala pada pergelangan tangan, stress kerja dengan gejala pada bahu dan punggung bawah. Oleh karena itu perlu diadakan pengendalian lebih lanjut mengenai masalah ergonomic pada PT X.
Kata kunci: gejala gangguan otot rangka, manufaktur, ergonomi,faktor fisik, faktor psikososial

Manufacture is one of the industry that has the risk of musculoskeletal disorders. The aim of this research is to analysize the risk factors from the symptoms of disorders of musculoskeletal. This research conducted on March until April 2018 by involving 51 workers on Mixing area and 40 workers on Office Area of X Corporation which is a manufacturing company who made the component of the motor vehicle. This research used Cross Sectional method by using QEC questionnaire and combination of psychosocial questionnaire as the instrument for data collection. The independent variable of this research are the characteristic of workers (age, gender, body mass index, smokimg status, and working time), physical factors on the work place (force, awkward postures, repetitive motion, and coupling) and psychosocial factors (job demands, control of the job, social support, skill discretion, job satisfaction, and work stress). The result of this research shows there is a significant correlation of body mass index with a symptoms on the top of the back, working time and skill direstion with a symptoms of the wrist, high risk of physical factor with a symptom of the neck, and work stress with a symptom of shoulders and the low part of the back. Therefore it needs to be a further control about ergonomic factor at X Corporation.
Keyword: symptoms of musculoskeletal disorder, manufacturing, ergonomic, physical factor, psychosocial factor.
Read More
S-9681
Depok : FKM UI, 2018
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Pristi Dwi Puspitasari; Pembimbing: Indri Hapsari Susilowati; Penguji: Abdul Kadir, Robiana Modjo, Supriadi, Benedictus Kristo Wijayanto
Abstrak:
Tunjuk sebut merupakan teknik yang mengkombinasikan fungsi mata, gerakan tangan, mulut, otak, dan telinga untuk mencegah terjadinya kesalahan pada manusia. PT XYZ menerapkan tunjuk sebut secara resmi untuk mencegah kesalahan pada masinis sejak tahun 2012. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan faktor individu, tempat kerja, pekerjaan dan organisasi terhadap performansi penerapan tunjuk sebut. Pengumpulan data diawali dengan proses wawancara terhadap tujuh informan untuk mendalami penerapan tunjuk sebut di perusahaan, mengkonfirmasi variabel yang disusun dari telaah literatur dan mengeksplorasi kondisi faktual di perusahaan. Selanjutnya data dikumpulkan dari 414 masinis melalui pengisian kuesioner. Distribusi performansi tunjuk sebut pada masinis menunjukkan bahwa 51,9% masinis menujukkan performansi tunjuk sebut baik, sedangkan 48,1% masinis menunjukkan performansi tunjuk sebut kurang. Hasil pengujian menggunakan chi square pada Confidence Interval (CI) 95% menunjukkan bahwa faktor individu yang berhubungan dengan performansi tunjuk sebut adalah usia, jabatan, pengalaman individu, kesadaran risiko, acceptance terhadap tunjuk sebut dan kesadaran diri. Sedangkan faktor tempat kerja yang berhubungan dengan performansi tunjuk sebut adalah otomasi kabin lokomotif, peralatan monitoring lokomotif, dan lingkungan kabin lokomotif. Faktor pekerjaan yang berhubungan dengan performansi tunjuk sebut adalah jenis kereta api yang sering didinasi oleh masinis, tingkat monoton dan kejelasan instruksi kerja. Faktor organisasi juga berhubungan dengan performansi tunjuk sebut diantaranya organizational leadership and commitment, prosedur tunjuk sebut, insentif keselamatan, masukan keselamatan, informasi keselamatan dan budaya keselamatan. Temuan ini mengindikasikan bahwa faktor individu, tempat kerja, pekerjaan dan organisasi berkaitan dengan kepatuhan dan konsistensi pelaksanaan tunjuk sebut di PT XYZ.

Pointing-and-calling is a technique that combines the functions of the eyes, hand movements, mouth, brain, and ears to prevent human error. PT XYZ has been officially implementing the pointing-and-calling to prevent train driver errors since 2012. This study aims to analyze the association of individual, workplace, job, and organizational factors with the performance of the pointing-and-calling implementation. Data collection began with an interview process with seven informants to explore the implementation of pointing-and-calling, confirm the variables compiled from the literature review, and explore the factual conditions in the company. Furthermore, data were collected from 414 train drivers through questionnaires. The distribution of pointing-and-calling performance among train drivers shows that 51,9% demonstrated good indicator performance, while 48,1% demonstrated poor indicator performance. The results of testing using chi-square at 95% Confidence Interval (CI) showed that individual factors associated with the performance of the pointing-and-calling implementation are age, position, individual experience, risk awareness, acceptance of designation, and self-awareness. While workplace factors associated with the performance of the pointing-and-calling implementation are locomotive cabin automation, locomotive monitoring equipment, and locomotive cabin environment. Job factors that are related to the performance of the pointing-and-calling implementation are the type of train that is often nominated by the train driver, the level of monotony, and the clarity of work instructions. Organizational factors also associated with the performance of the pointing-and-calling implementation include organizational leadership and commitment, pointing-and-calling procedures, safety incentives, safety feedback, safety information, and safety culture. The findings indicate that individual, workplace, job, and organizational factors are associated with the compliance and consistency of pointing-and-calling implementation.

Read More
T-7346
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Alleluia Victoria Aljonak; Pembimbing: Milla Tejamaya; Penguji: Indri Hapsari Susilowati, Hendra, Muhamad Dawaman, Eka Cempaka Putri
Abstrak: Komputer merupakan alat kerja yang sudah tidak asing lagi bagi pekerja kantor. Aktivitas ini dapat meningkatkan risiko terjadinya ketidaknyamanan pada tubuh, hingga dapat menyebabkan keluhan nyeri muskuloskeletal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor individu (postur, usia, jenis kelamin, dan indeks massa tubuh) dan lingkungan kerja (suhu, pencahayaan, dan stasiun kerja) terhadap keluhan gangguan otot rangka akibat kerja (GOTRAK) di PT. X. Penelitian ini juga menilai ergonomi stasiun kerja pada PT. X berdasarkan PERMENKES no. 48 tahun 2016 tentang Standar K3 Perkantoran. Desain penelitian ini adalah potong lintang kepada 42 pekerja dan observasi langsung. Hasil yang didapatkan adalah 61,9% pekerja mengalami nyeri pada tubuh selama 1 bulan terakhir. Berdasarkan pengisian Nordic Body Map, keluhan terbanyak berada pada titik 5 (punggung) sebanyak 57,7%, titik 7 (pinggang) sebanyak 53,8%, dan titik 0 (leher atas) sebanyak 46,2%. Pada hasil analisis penelitian ini didapatkan bahwa pada faktor individu, hanya faktor indeks massa tubuh yang memiliki korelasi (rho = 0,330 = berpengaruh positif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,033) terhadap keluhan nyeri. Sedangkan pada faktor lingkungan kerja, hanya faktor pencahayaan yang memiliki korelasi (rho = -0,323 = berpengaruh negatif yang sedang) dan signifikan (p-value = 0,037) terhadap keluhan nyeri. Stasiun kerja pada PT. X membutuhkan beberapa perbaikan karena dapat menjadi salah satu penyebab terjadinya keluhan GOTRAK pada pekerja
Computers are work tools that are familiar to office workers. This activity can increase the risk of discomfort to body and become musculoskeletal pain. This study aims to analyse the relationship of individual factors (posture, age, sex, and body mass index) and work environment (temperature and lighting) on occurrence of work-related musculoskeletal disorders at PT. X. This paper is also assessing the ergonomics of work station at PT. X based on PERMENKES no. 48 of 2016 concerning Office K3 Standards. The design of this study was cross-sectional with 42 workers and direct observation. 61.9% of workers experienced pain in the body during the last 1 month. The results of Nordic Body Map questionnaire show the most pain occurrence are at point 5 (back) as much as 57,7%, point 7 (waist) as much as 53,8%, and point 0 (upper neck) as much as 46,2%. Through quantitative analysis, it is known that on the individual factors, only the body mass index factor has a correlation (rho = 0,330 = moderate positive correlation) and significant (p-value = 0,033) on pain occurrence. Meanwhile, on the work environment factor, only the lighting factor has correlation (rho = -0.323 = moderate negative correlation) and significant (p-value = 0.037) on pain occurrence. Work station at PT. X needs some improvements because an unergonomic work station can be one of the contributors of work-related musculoskeletal disorders occurrence complaints among workers
Read More
T-6295
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Alya Hanifah; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Abdul Kadir, Tubagus Dwika Yuantoko
Abstrak:

Stres kerja adalah respon buruk seseorang secara fisik maupun emosional, ketika kompetensi pekerja tidak mampu memenuhi tuntutan pekerjaan yang diberikan. Berdasarkan penelitian terdahulu, pekerja di industri garmen juga memiliki risiko mengalami stres kerja. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor risiko psikosisal dengan kejadian stres kerja pada pekerja PT X, sebuah perusahaan garmen di Semarang, Jawa Tengah. Faktor yang diteliti antara lain faktor individu, faktor konten kerja, faktor konteks kerja, dan faktor effort-reward. Penelitian ini menggunakan pendekatan mixed method dengan desain studi the explanatory sequential. Pengumpulan data kuantitatif dilakukan dengan penyebaran kuesioner dan wawancara dilakukan untuk pengumpulan data kualitatif. Pengolahan data menggunakan uji chi-square dengan software SPSS 27.0 untuk mengetahui apakah ada hubungan yang siginifikan antara variabel independen dengan variabele dependen. Berdasarkan uji statistik, didapatkan prevalensi stres kerja sebesar 24,9% pada responden secara keseluruhan, sebesar 26,5% pada tim produksi, dan 18,2% pada tim supporting. Variabel yang berhubungan dengan stres kerja pada pekerja secara keseluruhan antara lain: lingkungan dan peralatan kerja (p= 0,004); desain tugas (p= 0,042); beban kerja (p= 0,001); jadwal kerja (p= 0,001); pengembangan karir (p= 0,001); hubungan interpersonal (p= 0,034); status pernikahan (p= 0,003); dan effort-reward (p= 0,002). Oleh karena itu, perlu dilakukan tindak lanjut berupa penerapan manajamen stres kerja dari tingkat manajemen, terutama pada faktor yang berhubungan dengan stres kerja, untuk mencegah kejadian stres kerja yang lebih besar.


Work-related stress was an bad someone physically or emotionally, when workers ability unable to meet the demands of jobs provided. Based on the research before, workers in the garment industry also have  the risk of experiencing work stress. This study attempts to analyze the relationship between the psychosocial risk factors with work stress on workers PT X, a garment company in Semarang, Central Java. The individual factors, the content of work factors, the context of work factors, and the effort-reward factors was included in this study. Mixed method were used with the explanatory sequential design study. Quantitative data collected by using questionnaire and interviews performed for qualitative data collection. Data processing uses a chi-square test with software SPSS 27.0 to analyze if there's any significant connection between independent variables and dependent variable. By statistical test, prevalence of work stress prevalence is 24.9 % on all respondents, 26.5 % on production team, and 18.2 % on supporting team. Variables associated with work stress include: environment and work equipment (p = 0.004 ); task design (p = 0,042 ); workload (p = 0.001 ); work schedule (p = 0.001 ); career development (0.001 ); interpersonal relationship (p = 0.034 ); marital status (= 0.003); and effort-reward factor (p = 0,00). Based on this research, the company needs to implemented stress management program, especially on the factors associated with work stress, to prevent more stress from happening. Keyword: work stress, psychosocial risk factor, the garment company, production team, supporting team 

Read More
S-11817
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Refianto Setyawan; Pembimbing: Robiana Modjo; Penguji: Fatma Lestari, Hendra, Lana Saria, Selamat Riyadi
Abstrak:
Sindrom metabolik memiliki dampak yang besar terhadap kondisi kesehatan pekerja, hal ini dapat meningkatkan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan serta mengakibatkan hilangnya produktifitas maka perlu dilakukan penelitian faktor risiko sindrom metabolik pada pekerja kantor di PT X yang diharapkan dapat mencegah dan mengendalikan prevalensi sindrom metabolik demi menurunkan risiko sindrom metabolik dikemudian hari. Penelitian ini dilakukan pada pekerja kantor di PT X dengan responden penelitian sejumlah 106 orang selama bulan Februari - Agustus 2020 di Jakarta. PT X merupakan perusahaan enjineering penyedia produk dan jasa dibidang industri otomatis yang memiliki klien beberapa industri proses yang keseharian aktivitasnya lebih banyak di dalam ruangan. Desain studi penelitian ini menggunakan metode cross sectional (potong lintang). Adapun bertujuan untuk mengetahui hubungan antara variabel dependen (Faktor risiko individu dan faktor risiko pekerjaan) dengan variabel independen sindrom metabolik. Hasilnya menunjukkan bahwa sebesar proporsi sindrom metabolik sebesar 4,97% yang memiliki komponen kriteria sindrom metabolik tertinggi terdapat pada trigliserida tinggi 20,4%, yang memiliki kadar HDL rendah 14,9% dan memiliki obesitas perut sebesar 14,4%.. yang terdapat 1 gejala kriteria sindrom metabolik sebesar 25,4% dan yang terdapat 2 gejala kriteria sindrom metabolik sebesar 8,3%. Meskipun pada analisis didapat hasil yang tidak signifikan terhadap hubungan faktor individu dan pekerjaan terhadap sindrom metabolik akan tetapi pada beberapa faktor risiko individu seperti Merokok memiliki risiko 3,35 kali lebih besar dibanding tidak merokok, dan Tingkat pendidikan lebih tinggi beresiko 2,44 kali lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pendidikan lebih rendah

Metabolic syndrome has a large impact on the health condition of workers, this can increase costs incurred by the company and lead to loss of productivity it is necessary to research the risk factors for metabolic syndrome in office workers at PT X which is expected to prevent and control the prevalence of metabolic syndrome in order to reduce risk factor of metabolic syndrome in future. This research was conducted on office workers at PT X with 106 research respondents during February - August 2020 in Jakarta. PT X is an engineering service provider of the Indusrial Automation that has clients in several process industries whose daily activities are sedentary. The design of this research study uses cross sectional method. The aim is to determine the relationship between the dependent variable (individual risk factors and occupational risk factors) with the independent variable Metabolic Syndrome. The results showed that the proportion of metabolic syndrome is 4,97% which the highest metabolic syndrome component was found in high triglycerides 20,4%, low HDL levels is 14,9% and had abdominal obesity is 14,4%. Which had 1 symptom of metabolic syndrome criteria is 25,4% and which had 2 symptoms of metabolic syndrome criteria are 8,3%. Although the analysis found no significant results on the relationship of individual factors and occupation of the metabolic syndrome, but on some individual risk factors such as smoking have a risk of 3,35 times greater than not smoking, and higher education levels 2,44 times higher risk compared to lower education levels.

Read More
T-5971
Depok : FKM-UI, 2020
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Evelyn; Pembimbing: Baiduri Widanarko; Penguji: Dadan Erwandi, Muhammad Yuliansya Idul Adha
Abstrak: Skripsi ini membahas tentang analisis hubungan faktor risiko pekerjaan dan nonpekerjaan terhadap kelelahan pekerja konstruksi di suatu proyek bangunan tingkat tinggidi wilayah Jakarta. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kecelakaan di sektorkonstruksi salah satunya kelelahan. Kelelahan dapat dipengaruhi oleh faktor risikopekerjaan maupun non pekerjaan. Analisis hubungan antara faktor risiko dengankelelahan yang terjadi menjadi penting sebagai baseline data dalam upaya mengurangikecelakaan di sektor konstruksi. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desainpotong lintang. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yangsignifikan antara faktor risiko pekerjaan: lama kerja, faktor psikososial (effort, Reward,dukungan sosial, kepuasan kerja, stress kerja) dan faktor non pekerjaan (kuantitas dankualitas tidur) terhadap terjadinya kelelahan pekerja konstruksi Proyek X.
Kata kunci:Kelelahan, konstruksi, faktor risiko pekerjaan, faktor risiko non pekerjaan
This thesis discusses the analysis of work related dan non work related risk factorstowards fatigue of construction workers in a high-rise building project in the Jakarta.Many factors that cause accidents in the construction sector, one of them is fatigue canbe affected by work and non-job risk factors. Analysis of the relationship between riskfactors and fatigue that occurs becomes important as a baseline of data in an effort toreduce accidents in the construction sector. This research is a quantitative research withcross sectional design. The results of this study indicate that there is a significantrelationship between occupational risk factors: duration of work, psychosocial factors(effort, Reward, social support, job satisfaction, work stress) and non-work factors(quantity and quality of sleep) to the fatigue of Project X construction workers.
Key words:Fatigue, construction, work related risk factor, non work related risk factor.
Read More
S-10146
Depok : FKM UI, 2019
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Eva Nirwana; Pembimbing: Hendra; Penguji: Robiana Modjo, Zulkifli Djunaidi, Trisnajaya, Devie Fitri Octaviani
Abstrak: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yangmenyebabkan keluhan penyakit kulit pada pekerja di bagian Sewing dan Cutting,Departemen Preparing/Upper Sole, perusahaan manufaktur sepatu di KabupatenSukabumi pada Bulan Mei 2016. Dari 1.350 responden, ditemukan 777 orangmenderita keluhan penyakit kulit pada pekerja sedangkan573 orang lainnya tidakmenderita keluhan ini. Menggunakan teknik systematic random sampling,diperoleh sample sebanyak 817 orang, dimana hasil penelitian menunjukkansebesar 58% diantaranya menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Secarastatistik tidak terdapat hubungan signifikan antara paparan pelarut organik dengankeluhan penyakit kulit pada pekerja. Hasil penelitian lebih lanjut menunjukkanbahwa pekerja yang terpapar debu organik berisiko 2,5 kali untuk menderitakeluhan penyakit kulit pada pekerja.Pekerja dengan masa kerja ≤ 3 tahunmemiliki risiko 2,4 kali untuk terkena keluhan penyakit kulit pada pekerjadibandingkan dengan pekerja dengan masa kerja > 3 tahun.Pekerja dengankebiasaan tidak mencuci tangan memiliki resiko 2,6 kali untuk terkena keluhanpenyakit kulit pada pekerja dibandingkan dengan pekerja dengan kebiasaanmencuci tangan yang baik. Pengaruh pemakaian sarung tangan menjadi faktordominan dimana pekerja yang tidak menggunakan sarung tangan memiliki risiko4,7 kali terkena keluhan penyakit kulit dan pekerja dengan riwayat alergi memilikirisiko 6,7 kali berisiko menderita keluhan penyakit kulit pada pekerja. Upayapengendalian dapat dilakukan dengan melakukan pengawasan dan edukasi, sertakontrol administratif dan penyediaan sarana dalam upaya promotif dan prefentifyang optimal, seperti penyediaan wastafel, pemakaian APD yang sesuai, skriningserta pengobatan.
The aim of this study was to determine the factors that led to occupational skindisease complaints on Sewing and Cutting workers at the Preparing/ Upper SoleDepartment, one of the shoe manufacturing in Sukabumi, May 2016. Out of the1.350 respondents, found that 777 workers suffering from occupational skindisease complaints, while 573 others do not suffer from this complaint. Using thesystematic random sampling technique, obtained a sample of 817 workers, ofwhich the result showed 58% of them suffer from occupational skin diseasecomplaints. Statistically there was no significant association between exposures toorganic solvents with occupational skin disease complaints in workers.Furthermore, the study result indicates that workers exposed to organic dust 2.5times are at risk of suffering from occupational skin disease complaints. Workerswith ≤ 3service years had 2.4 times the risk of developing occupational skindisease complaints compared to workers who have > 3 years of service. Workerswho have the habit of not washing their hands have 2.6 times the risk ofoccupational skin disease complaints. Workers who do not wearing gloves are atrisk 4.7 times of occupational skin disease complaints, and workers with a historyof allergies had 6.7 times risk to occupational skin disease complaints. Controlcan be done by educating the workers and do the monitoring, as well asadministrative control and provided the facilities in health promotion andoptimum preventive, such as to provide a sink, use appropriate PPE, screeningand do the treatment as well.
Read More
T-4736
Depok : FKM UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Oktaria Penny; Pembimbing: Hendra; Penguji: Robiana Modjo, Dadan Erwandi, Devie Fitri Octaviani, Widura Imam Mustopo
Abstrak: Tinginya angka prevalensi perilaku tidak aman berisiko menimbulkansebuah kecelakaan ataupun insiden yang pada akhirnya dapat menimbulkankerugian secara finansial bagi perusahaan. Penelitian ini bertujuan untukmempelajari faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku tidak aman padapekerja Preparation dan Assembling di PT X Tahun 2016. Faktor yang di telitimerupakan faktor personal (Pengetahuan, Masa Kerja, dan Tingkat Pendidikan)dan daktor pekerjaan (Ketersediaan Informasi K3 dan Pengawasan). Berdasarkanhasil penelitian diketahui bahwa 77,92% pekerja mempunyai perilaku tidak aman,dengan 61,7% diantaranya mempunyai risiko rendah dan 38,3% lainnya berisikotinggi. Selain itu juga terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan,tingkat penddikan, dan ketersediaan informasi terhadap perilaku tidak amanpekerja preparation dan assembling dimana tingkat pendidikan merupakan faktorpaling dominan terhadap perilaku tidak aman setelah dikontrol dengan faktorlainnya. Oleh karena itu diperlukan perbaikan terhadap perilaku pekerja.Kata Kunci : Perilaku Tidak Aman, Unsafe Act, Pabrik Sepatu, Manufaktur
The high number of unsafe act prevalence could yield incidents whichcause lose financially to company. The aim of this study is to analyse factors thatcorrelated to unsafe act of workers in preparation and assembling department.This research was conducted in PT X on April to July 2016. These factors dividedinto two categories, personal factors (knowledge, work experience, and educationlevel) and job factors (OHS Information and Supervision). The result shows that72,92% of workers have performed unsafe act in which 61,7% of it is high riskand 38,3% low risk. Moreover, there are siginificant correlations betweeneducation level, knowledge, and availibity of OHS information with unsafe actwhereas education level predominantly contributes to unsafe act after has beencontrolled with other factors. Therefore, company should commit several attemptsto reduce unsafe act on its workers.Keyword : unsafe act, shoes manufacturer, manufactur
Read More
T-4773
Depok : FKM UI, 2016
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive