Hasil Pencarian :: Kembali

Ditemukan 10 dokumen yang sesuai dengan query ::  Simpan CSV
cover
Nurul Diyanna; Pembimbing: Laila Fitria; Penguji: Fitri Kurniasari, Nurusysyarifah Aliyyah
Abstrak: Kejadian hipertensi terus meningkat di Provinsi Jakarta dimana pada tahun 2021 terjadi 365.901 kejadian hipertensi. Kemudian, meningkat di tahun 2022 menjadi 469.921 kejadian serta meningkat kembali pada tahun 2023 hingga mencapai 580.393 kejadian. Salah satu faktor risiko hipertensi adalah konsentrasi polutan udara. Provinsi Jakarta sendiri diketahui sebagai wilayah ke-4 sebagai wilayah paling berpolusi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara faktor polutan udara (PM10, PM2.5, SO2, CO, O3, dan NO2) dengan kejadian hipertensi di Provinsi Jakarta Tahun 2021 – 2023. Penelitian ini menggunakan desain penelitian studi ekologi dengan unit analisis lima kota administrasi di Provinsi Jakarta menggunakan data sekunder. Analisis data menggunakan uji korelasi dan ditampilkan dalam tabel serta grafik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 memiliki hubungan yang signifikan negatif dengan kejadian hipertensi. Sedangkan untuk konsentrasi PM10, SO2, CO, O3, dan NO2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan kejadian hipertensi di Provinsi Jakarta tahun 2021 – 2023.
The incidence of hypertension continues to increase in Jakarta Province where in 2021 there were 365,901 incidents of hypertension. Then, it increased in 2022 to 469,921 incidents and increased again in 2023 to reach 580,393 incidents. One of the risk factors for hypertension is the concentration of air pollutants. Jakarta Province itself is known as the 4th most polluted area in Indonesia. This study aims to analyze the relationship between air pollutant factors (PM10, PM2.5, SO2, CO, O3, and NO2) with the incidence of hypertension in Jakarta Province in 2021 - 2023. This study used an ecological study research design with an analysis unit of five administrative cities in Jakarta Province using secondary data. Data analysis uses a correlation test, which is displayed in tables and graphs. The results showed that PM2.5 concentration had a significant negative relationship with the incidence of hypertension. Meanwhile, the concentrations of PM10, SO2, CO, O3, and NO2 show no significant relationship with the incidence of hypertension in Jakarta Province in 2021-2023.
Read More
S-11868
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Natasha Shafa Amalia; Pembimbing: Budi Haryanto; Penguji: Fitri Kurniasari, Syafran Arrazy
Abstrak: Latar Belakang: Tuberkulosis (TB) paru adalah penyakit menular kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis dan menjadi penyebab kematian menular nomor satu di dunia. Indonesia menempati peringkat kedua dengan beban TB tertinggi. Kabupaten Bogor menjadi wilayah dengan kasus TB tertinggi di Jawa Barat pada tahun 2023. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor pelayanan kesehatan dan faktor individu terhadap incidence rate tuberkulosis paru di 20 kecamatan di Kabupaten Bogor pada tahun 2023 – 2024. Metode: Penelitian menggunakan desain studi ekologi dengan sampel 20 kecamatan di Kabupaten Bogor. Menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor dan BPS Kabupaten Bogor. Hasil: Hasil penelitian dengan variabel yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan terhadap incidence rate TB paru adalah cakupan pengobatan di Kabupaten Bogor (p = 0,000; r = 978), serta success rate di Kecamatan Leuwiliang (p = 0,004; r = 0,696), Kemang (p = 0,036; r = -0,543), dan Jasinga (p = 0,038; r = -0,540). Tidak terdapat hubungan signifikan pada variabel usia dan proporsi jenis kelamin (p>0,05). Kesimpulan: Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor disarankan untuk mengevaluasi metode penemuan kasus, memperkuat pelaporan TB oleh fasyankes, menyelenggarakan edukasi pentingnya pengobatan tuntas, serta meningkatkan intervensi pada kelompok berisiko.
Introduction: Pulmonary tuberculosis is a chronic infectious disease caused by Mycobacterium tuberculosis and is the leading cause of death from infectious diseases worldwide. Indonesia ranks second among countries with the highest TB burden. Bogor Regency had the highest number of TB cases in West Java in 2023. Objective: To determine the correlation between healthcare service factors and individual factors with the incidence of pulmonary tuberculosis in 20 sub-districts of Bogor Regency during 2023 – 2024. Methods: This study employed an ecological study design, with a sample of 20 sub-districts in Bogor Regency. Secondary data were obtained from the Bogor Regency Health Office and the Bogor Regency Central Bureau of Statistics. Results: The variable that showed a significant relationship with the incidence of pulmonary TB were treatment coverage in Bogor Regency (p = 0,000; r = 0,978), as well as treatment success rate in Leuwiliang sub-district (p = 0,004; r = 0,696), Kemang (p = 0,036; r = -0,543), and Jasinga (p = 0,038; r = -0,540). There was no significant correlation between the incidence rate and age or gender proportion (p>0,05). Conclusion: The Bogor Regency Health Office is advised to evaluate case-finding methods, strengthen TB reporting by health facilities, conduct education on the importance of completing treatment, and enhance interventions targeting at-risk groups.
Read More
S-11956
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Yaneva Azahra Rahmatunisa; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Fitri Kurniasari, Fahmi Hermawan
Abstrak:
Petugas tempat pengolahan sampah berbasis reuse, reduce, dan recycle (TPS 3R) merupakan kelompok pekerja yang berisiko tinggi mengalami penyakit akibat kerja seperti diare karena sering berkontak langsung dengan sampah. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara karakteristik individu, personal hygiene, dan kondisi lingkungan terhadap kejadian diare pada petugas TPS 3R di Provinsi DKI Jakarta. Desain penelitian yang digunakan adalah potong lintang (cross-sectional) dengan pendekatan kuantitatif dan melibatkan 62 responden dari 12 lokasi TPS 3R. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan observasi, lalu dianalisis menggunakan uji chi-square. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masa kerja (p=0,033; OR=5,077; 95% CI: 1,138–22,650), penggunaan alat pelindung diri (APD) (p=0,004; OR=0,150; 95% CI: 0,042–0,541), dan keberadaan vektor penular penyakit (p=0,038; OR=3,600; 95% CI: 1,075–12,059) memiliki hubungan yang signifikan dengan kejadian diare. Sementara itu, variabel usia, jenis kelamin, pendidikan terakhir, serta beberapa indikator personal hygiene dan kondisi lingkungan tidak menunjukkan hubungan yang signifikan. Temuan ini menunjukkan bahwa penguatan perilaku penggunaan APD dan pengendalian vektor menjadi langkah penting dalam upaya pencegahan diare pada petugas TPS 3R.


Waste management facility based on reuse, reduce, and recycle principles or tempat pengolahan sampah reuse, reduce, and recylce (TPS 3R) workers are a high-risk occupational group for work-related diseases such as diarrhea due to frequent direct contact with waste. This study aims to examine the relationship between individual characteristics, personal hygiene, and environmental conditions with the incidence of diarrhea among TPS 3R workers in DKI Jakarta Province. A cross-sectional quantitative design was employed involving 62 respondents from 12 TPS 3R sites. Data were collected through questionnaires and observations and analyzed using chi-square tests. The results showed significant associations between diarrhea incidence and work duration (p=0.033; OR=5.077; 95% CI: 1.138–22.650), use of personal protective equipment (PPE) (p=0.004; OR=0.150; 95% CI: 0.042–0.541), and the presence of disease vectors (p=0.038; OR=3.600; 95% CI: 1.075–12.059). Meanwhile, variables such as age, gender, education level, and several indicators of personal hygiene and environmental conditions showed no significant associations. These findings highlight the importance of promoting protective equipment usage and vector control as key measures to prevent diarrhea among TPS 3R workers.
Read More
S-12120
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Irene Messyavita Nehe; Pembimbing: Ema Hermawati; Penguji: Fitri Kurniasari, Sony Pawoko
Abstrak:
Sick Building Syndrome (SBS) merupakan masalah kesehatan di tempat kerja yang berkaitan dengan Kualitas Udara dalam Ruangan (KUDR), dan dapat memengaruhi hingga 90% pekerja secara global. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara KUDR dan gejala SBS pada pustakawan di lima perpustakaan Universitas X Depok. Desain penelitian yang digunakan adalah cross-sectional, dengan 47 responden terpilih secara purposive dan analisis dilakukan hingga tingkat bivariat. Sebanyak 57,4% responden melaporkan gejala SBS. Suhu udara berhubungan signifikan dengan SBS (OR=5,00; 95% CI=1,32–18,96), dan hubungan ini tetap bertahan setelah dikontrol berdasarkan lama bekerja. Temuan ini menunjukkan perlunya perbaikan kondisi termal di lingkungan perpustakaan, termasuk pemeliharaan dan perbaikan sistem pendingin udara, guna menurunkan risiko SBS pada pustakawan.

Sick Building Syndrome (SBS) is a workplace health issue linked to Indoor Air Quality (IAQ), affecting up to 90% of workers globally. This study investigates the relationship between IAQ and SBS symptoms among librarians in five libraries at University X, Depok. Using a cross-sectional design, data were collected from 47 purposively selected respondents and analyzed to bivariate level. SBS symptoms were reported by 57.4% of participants. Air temperature was significantly associated with SBS (OR=5.00; 95% CI=1.32–18.96), and the association persisted after adjusting for length of employment. These findings highlight the need to improve thermal conditions in library environments, including air conditioning maintenance and repairs, to reduce SBS risk among librarians.
Read More
S-11940
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Gazala Savana Putra; Pembimbing: Laila Fitria; Penguji: Fitri Kurniasari, Fajar Nugraha
Abstrak:
Pada tahun 2023, Provinsi Daerah Khusus Jakarta mencatat prevalensi diabetes tertinggi di Indonesia berdasarkan data Survei Kesehatan Nasional, yaitu sebesar 3,9%. Di sisi lain, konsentrasi rata-rata PM2.5 di Jakarta pada tahun yang sama mencapai 43,8 µg/m³, menjadikannya salah satu wilayah dengan tingkat polusi udara tertinggi di Indonesia. Penelitian ini menggunakan desain studi ekologi dengan data sekunder, mencakup 42 kecamatan di wilayah administratif DKI Jakarta (tidak termasuk Kabupaten Kepulauan Seribu) sebagai unit analisis. Analisis dilakukan menggunakan uji korelasi dan analisis spasial untuk mengevaluasi hubungan antara konsentrasi PM2.5 pada udara ambien serta faktor sosiodemografi dengan prevalensi diabetes di tahun 2024. Hasil analisis menunjukkan bahwa dari seluruh variabel sosiodemografi, hanya proporsi penduduk dengan usia berisiko yang memiliki hubungan signifikan dengan prevalensi diabetes (p < 0,001). Sementara itu, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara konsentrasi PM2.5 dan prevalensi diabetes. Namun demikian, rata-rata konsentrasi PM2.5 di Jakarta pada tahun 2024 tercatat sebesar 37,45 µg/m³, yang melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditetapkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, perlunya pemantauan kualitas udara secara berkelanjutan serta pendekatan preventif berbasis usia dalam pengendalian diabetes di wilayah perkotaan.

In 2023, Jakarta recorded the highest diabetes prevalence in Indonesia based on the National Health Survey, with a rate of 3.9%. Concurrently, the average concentration of PM2.5 in Jakarta reached 43.8 µg/m³, classifying the city as one of the most polluted urban areas in the country. This study employed an ecological study design utilizing secondary data, with 42 sub-districts in Jakarta, excluding Kepulauan Seribu Regency, as the units of analysis. Data analysis comprised correlation tests and spatial analysis to examine the association between ambient PM2.5 concentrations and sociodemographic factors with the prevalence of diabetes in Jakarta in 2024. The statistical analysis indicated that among the sociodemographic variables, only the proportion of the population within the at-risk age group demonstrated a statistically significant association with diabetes prevalence (p < 0.001). In contrast, ambient PM2.5 concentrations were not significantly associated with diabetes prevalence in the region during the study period. Nonetheless, the average PM2.5 concentration in Jakarta in 2024 was 37.45 µg/m³, exceeding the national ambient air quality standard set by the government.
Read More
S-11884
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Adla Azizah; Pembimbing: Budi Hartono; Penguji: Fitri Kurniasari, Widya Motivasi Manurung
Abstrak:
Industri farmasi merupakan sektor dengan risiko tinggi terhadap kualitas udara pada lingkungan kerjanya, yang dapat berdampak pada kesehatan pekerja dan mutu produk. Manajemen risiko kualitas udara yang efektif penting untuk mencegah pajanan bahaya fisik, kimia, dan biologis. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi implementasi proses manajemen risiko kualitas udara di lingkungan kerja produksi dan laboratorium PT. X di Jakarta Timur berdasarkan pendekatan ISO 31000:2018. Penelitian ini menggunakan desain deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Data primer diperoleh melalui observasi lapangan dan diskusi, sedangkan data sekunder diperoleh dari telaah dokumen perusahaan. Penilaian dilakukan terhadap parameter fisik (suhu, kelembapan, pencahayaan, kebisingan, dan debu), biologis (jamur dan bakteri), serta kimia (etanol). Ditemukan beberapa ketidaksesuaian kualitas udara dengan standar perusahaan dan regulasi nasional. Proses manajemen risiko sudah dilakukan tetapi belum optimal dalam hal pencatatan, pelaporan, serta pemantauan dan peninjauan berkala. Implementasi manajemen risiko kualitas udara di PT. X perlu ditingkatkan terutama pada aspek dokumentasi, keterlibatan pekerja, serta integrasi sistem dalam budaya organisasi guna meningkatkan kualitas udara dan menciptakan lingkungan kerja yang sehat dan aman.

The pharmaceutical industry is a high-risk sector regarding indoor air quality, which may affect both worker health and product integrity. Effective air quality risk management is essential to prevent exposure to physical, chemical, and biological hazards. This study aims to evaluate the implementation of air quality risk management processes in the production and laboratory work environments of PT. X in East Jakarta based on the ISO 31000:2018 framework. This research used a descriptive design with a qualitative approach. Primary data were collected through field observations and discussion, while secondary data were obtained from company document reviews. The assessment focused on physical (temperature, humidity, lighting, noise, dust), biological (fungi and bacteria), and chemical (ethanol) parameters. Several non-compliances with national and company air quality standards were identified. Although risk management processes were in place, they were found to be suboptimal, particularly in terms of documentation, reporting, and periodic monitoring and review. The air quality risk management implementation at PT. X requires improvements, especially in documentation practices, worker involvement, and system integration into organizational culture to enhance air quality and ensure a safe and healthy work environment.
Read More
S-11961
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Balqis Ramandha Dewi; Pembimbing: Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Fitri Kurniasari, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) merupakan salah satu penyebab utama morbiditas pada balita di Indonesia. Berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023, prevalensi ISPA pada balita di Provinsi Jawa Barat sebesar 4,9%, mendekati prevalensi nasional sebesar 5,8%. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor determinan kejadian ISPA pada balita usia 0–59 bulan di Provinsi Jawa Barat berdasarkan data SKI 2023, yang mencakup karakteristik balita, karakteristik keluarga, dan kondisi lingkungan rumah. Penelitian ini menggunakan desain studi cross-sectional dengan sampel sebanyak 2.969 balita yang memenuhi kriteria inklusi. Analisis data yang dilakukan meliputi analisis univariat, analisis bivariat dengan uji chi-square, serta analisis multivariat menggunakan regresi logistik berganda. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan signifikan antara kejadian ISPA pada balita dengan status imunisasi dasar (p=0,02; OR=0,55; 95% CI=0,33–0,93) dan pendidikan terakhir ibu (p=0,04; OR=0,62; 95% CI=0,39–0,98). Sementara variabel usia balita, jenis kelamin, riwayat BBLR, pemberian vitamin A, perilaku merokok anggota keluarga, jenis atap, jenis dinding, dan jenis lantai tidak memiliki hubungan signifikan terhadap kejadian ISPA. Faktor dominan yang paling mempengaruhi kejadian ISPA pada balita adalah status imunisasi dasar.

Acute Respiratory Infection (ARI) remains a major public health concern and a leading cause of morbidity among children under five in Indonesia. According to the 2023 Indonesian Health Survey (IHS), the prevalence of ARI among children under five in West Java Province was 4,9%, approaching the national prevalence of 5,8%. This study aimed to analyze the determinants of ARI incidence in children aged 0–59 months in West Java Province using 2023 SKI data, focusing on child characteristics, family characteristics, and household environmental conditions. A cross-sectional design was employed involving 2,969 children who met the inclusion criteria. Data analysis included univariate analysis, bivariate analysis using chi-square tests, and multivariate analysis through multiple logistic regression. Results revealed significant relationships between ARI incidence and basic immunization status (p=0.02; OR=0.55; 95% CI=0.33–0.93) and maternal education level (p=0.04; OR=0.62; 95% CI=0.39–0.98). Meanwhile, child’s age, gender, history of low birth weight, vitamin A supplementation, household smoking behavior, roof type, wall type, and floor type did not show significant associations with ARI incidence. Basic immunization status was identified as the most dominant determinant of ARI incidence in under-five children.
Read More
S-11947
Depok : FKM-UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Fathimah Aqiyla; Pembimbing: Ririn Arminsih Wulandari; Penguji: Fitri Kurniasari, Yulia Fitriani Ningrum
Abstrak:
Stunting merupakan salah satu bentuk malnutrisi pada anak yang ditandai oleh gangguan pertumbuhan linear berdasarkan panjang/tinggi badan menurut usia di bawah -2 SD pada standar WHO. DKI Jakarta mengalami kenaikan prevalensi stunting dari 14,8% pada 2022 menjadi 17,3% pada 2023. Hal ini berkaitan dengan tingginya kepadatan penduduk, keterbatasan akses hunian layak, dan kurangnya air bersih yang dapat menyebabkan infeksi berulang dan kekurangan gizi. Berdasarkan data BPS 2023, sebanyak 19,27% rumah tangga di DKI Jakarta tergolong kumuh. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh faktor balita, keluarga, dan WASH terhadap stunting pada balita usia 0–59 bulan di wilayah kerja Puskesmas Kelurahan Ancol tahun 2024. Desain penelitian ini adalah case control dengan 108 responden, menggunakan kuesioner dan observasi lapangan. Analisis data meliputi uji univariat, bivariat, dan multivariat (regresi logistik berganda). Hasil bivariat menunjukkan hubungan signifikan antara stunting dengan status gizi, riwayat infeksi, usia ibu, fasilitas buang air besar, pengelolaan limbah, pengelolaan sampah, dan perilaku mencuci tangan. Analisis multivariat menunjukkan bahwa faktor dominan terhadap stunting adalah status gizi (p=<0,001; OR=6,85), riwayat infeksi (p=0,004; OR=4,34), pengelolaan sampah (p=0,008; OR=6,35), dan perilaku mencuci tangan (p=0,006; OR=4,04).


Stunting is a form of malnutrition in children characterized by impaired linear growth, defined as height-for-age below -2 SD based on WHO growth standards. DKI Jakarta experienced an increase in stunting prevalence from 14.8% in 2022 to 17.3% in 2023. This condition is associated with high population density, limited access to proper housing, and reduced availability of clean water, which can lead to recurrent infections and chronic malnutrition. According to Indonesia Statistics Agency (BPS) in 2023, 19.27% of households in DKI Jakarta were categorized as slum areas. This study aimed to analyze the influence of child, family, and WASH factors on stunting among children aged 0–59 months in the working area of Ancol Health Center, North Jakarta, in 2024. This study used a case-control design involving 108 respondents, with data collected through questionnaires and field observations. Data analysis included univariate, bivariate, and multivariate tests using multiple logistic regression. Bivariate analysis showed significant associations between stunting and nutritional status, history of infection, maternal age, toilet facilities, wastewater and solid waste management, and handwashing behavior. Multivariate analysis identified four dominant factors: nutritional status (p=<0.001; OR=6.85), history of infection (p=0.004; OR=4.34), waste management (p=0.008; OR=6.35), and handwashing behavior (p=0.006; OR=4.04).
Read More
S-12106
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Angelin Gotama; Pembimbing: Al Asyary; Penguji: Fitri Kurniasari , Desy Mery Dorsanti
Abstrak:
Perubahan iklim merupakan ancaman global yang berdampak serius pada kesehatan masyarakat, dan Jakarta adalah salah satu wilayah paling rentan terhadap risikonya. Sebagai garda terdepan dalam sistem kesehatan, puskesmas memegang peran krusial dalam merespons krisis kesehatan akibat iklim. Ketahanan puskesmas sangat bergantung pada tenaga kesehatan dan keandalan sistem energinya. Namun, sejauh mana puskesmas telah siap dalam menghadapi tantangan perubahan iklim masih belum diketahui, mengingat data mengenai resiliensi iklim puskesmas masih terbatas. Studi deskriptif kuantitatif ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan iklim pada puskesmas di Jakarta tahun 2025, dengan fokus pada aspek tenaga kesehatan (meliputi pengetahuan dan kapasitas, SDM, manajemen risiko) dan aspek energi (meliputi efisiensi, energi cadangan, energi terbarukan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun sebagian besar tenaga kesehatan telah memahami bahaya perubahan iklim dan dampaknya terhadap sektor kesehatan secara umum (>70%), pelatihan teknis dan kesiapsiagaan masih rendah (<45%). Sebanyak 62,5% puskesmas telah memiliki tim bencana, tetapi hanya 46,6% yang telah mengidentifikasi kebutuhan tenaga saat krisis, dan 62,5% belum memiliki sistem rekrutmen cepat. Sistem peringatan dini baru tersedia di 42% puskesmas, dan hanya 34% memiliki alokasi anggaran untuk risiko bencana terkait iklim. Terkait efisiensi energi, 78% puskesmas telah menerapkan langkah hemat energi. Hampir seluruhnya (93%) memiliki energi cadangan, dengan 98% melaporkan pemeliharaan rutin. Penerapan energi terbarukan masih terbatas, dengan hanya 19 dari 88 puskesmas (21,6%) yang telah memiliki panel surya. Dari jumlah tersebut, sebagian besar (79%) melaporkan keandalan sistem saat bencana, dan seluruhnya melakukan pemeliharaan berkala. Namun, dari puskesmas yang belum memiliki energi terbarukan, hanya 27% yang memiliki rencana implementasi ke depan. Temuan ini menyoroti perlunya penguatan kapasitas SDM, sistem tanggap darurat, dan integrasi kebijakan energi berkelanjutan di tingkat puskesmas.


Climate change is a global threat with serious impacts on public health, and Jakarta is one of the most vulnerable areas to its risks. As the frontline of the health system, puskesmas play a crucial role in responding to climate-related health crises. The resilience of puskesmas heavily depends on healthcare personnel and the reliability of their energy systems. However, the extent to which puskesmas are prepared to face climate change challenges remains unclear, given the limited data on their climate resilience. This quantitative descriptive study aims to assess the level of climate resilience in puskesmas across Jakarta in 2025, focusing on the health workforce (including knowledge and capacity, human resources, and risk management) and energy aspects (including efficiency, backup energy, and renewable energy). The findings show that although most health workers have an understanding of climate change and its general impact on the health sector (>70%), technical training and preparedness remain low (<45%). Around 62,5% of puskesmas have established disaster response teams, but only 46,6% have identified staffing needs during crises, and 62,5% lack a rapid recruitment system. Early warning systems are available in only 42% of puskesmas, and just 34% have allocated budgets for climate-related disaster risks. Regarding energy efficiency, 78% of puskesmas have implemented energy-saving measures. Nearly all (93%) have backup energy systems, with 98% reporting regular maintenance. The adoption of renewable energy is still limited, only 19 out of 88 puskesmas (21,6%) currently use solar panels. Among them, most (79%) report that the systems remain functional during disasters, and all conduct routine maintenance. However, among the puskesmas that have not yet adopted renewable energy, only 27% have plans to implement it in the future. These findings highlight the urgent need to strengthen human resource capacity, emergency response systems, and the integration of sustainable energy policies at the puskesmas level.
Read More
S-12066
Depok : FKM UI, 2025
S1 - Skripsi   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
cover
Shoaib Shafqat; Pembimbing: Budi Hartono; Penguji: Laila Fitria, Fitri Kurniasari, Suhardi, Yulia Fitria Ningrum
Abstrak:
Akses terhadap air minum yang bersih dan aman merupakan aspek penting dalam kesehatan masyarakat. Namun, banyak warga di Jagakarsa, Jakarta Selatan, masih mengandalkan sumber air yang terkontaminasi akibat pencemaran, infrastruktur yang kurang memadai, dan rendahnya kesadaran masyarakat. Penelitian ini bertujuan untuk menilai persepsi dan kesadaran masyarakat terhadap kualitas air minum. Studi ini menggunakan desain kuantitatif potong lintang dan melibatkan 108 responden dewasa dari enam kelurahan di Jagakarsa dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Hasil menunjukkan bahwa 55,6% responden menggunakan air tanah sebagai sumber utama air minum, dan hanya 14,8% yang menggunakan air perpipaan. Meskipun 57,4% menilai air mereka jernih, 42,6% menganggapnya tidak aman untuk diminum, dan 31,5% mencium bau yang tidak sedap. Dalam hal perlakuan air, 41,7% responden merebus air, 25% menggunakan penyaringan, dan 15,7% tidak melakukan perlakuan apa pun. Tingkat kesadaran terhadap isu-isu terkait air tergolong sedang (56,5%), namun hanya 38,9% yang pernah menerima informasi melalui kampanye publik. Uji Chi-square menunjukkan adanya hubungan signifikan antara tingkat pendidikan dengan kesadaran (p < 0,05), serta antara sumber air utama dengan perilaku perlakuan air (p < 0,05). Temuan ini mengindikasikan adanya kesenjangan antara persepsi dan kenyataan terkait keamanan air, serta pentingnya edukasi masyarakat, perbaikan perlakuan air, dan pengembangan infrastruktur untuk mendorong praktik konsumsi air minum yang aman di Jagakarsa.

Access to clean and safe drinking water is a fundamental aspect of public health. However, many residents in Jagakarsa, South Jakarta, continue to rely on contaminated water sources due to pollution, inadequate infrastructure, and limited public awareness. This study aimed to assess public perceptions and awareness regarding drinking water quality. A cross-sectional quantitative study was conducted among 108 adult residents across six subdistricts in Jagakarsa using a structured questionnaire. The results showed that 55.6% of respondents relied on groundwater, while only 14.8% used piped water. Although 57.4% perceived their water as clear, 42.6% believed it was unsafe to drink, and 31.5% reported unpleasant odors. In terms of treatment practices, 41.7% boiled their water, 25% used filtration, and 15.7% did not treat their water at all. Awareness of waterborne issues was moderate (56.5%), and only 38.9% had received information through public campaigns. Chi-square analysis revealed significant associations between education level and awareness (p < 0.05), as well as between the main water source and treatment behavior (p < 0.05). These findings highlight a gap between perception and actual water safety and underscore the importance of public education, improved treatment practices, and infrastructure development to promote safe drinking water use in Jagakarsa.

Read More
T-7341
Depok : FKM UI, 2025
S2 - Tesis   Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
:: Pengguna : Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
Library Automation and Digital Archive