Ditemukan 30 dokumen yang sesuai dengan query :: Simpan CSV
Kabar Kesmas (IKM), Vol.1, No.1, Maret 2001, (Supl), hal. 33-36, ( cat. ada di bendel 2001/ 2004 )
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Artikel Jurnal-Majalah Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Kabar Kesmas (IKM), Vol.1, No.2, Juni 2001, hal. 33-35, ( Cat. ada di bendel 2001 - 2004 )
[s.l.] :
[s.n.] :
s.a.]
Indeks Artikel Jurnal-Majalah Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Viera Rebina Lubis; Pembimbing: Wahyu Sulistiadi; Penguji: Evi Martha, Puput Oktamianti, Jusuf Kristianto, Ingan Ukur Tarigan
Abstrak:
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional (potong lintang) bertujuan untuk mengetahui hubungan karakteristik dan kepuasan kerja pegawai terhadap kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Belitung Tahun 2017. Sampel dalam penelitian ini adalah PNS yang terdapat pada 9 (sembilan) puskesmas di Kabupaten Belitung yang berjumlah 180 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel karakteristik yang berhubungan dengan kinerja pegawai puskesmas di Kabupaten Belitung adalah pendidikan terakhir. Variabel kepuasan kerja yang berhubungan dengan kinerja pegawai Puskesmas Kabupaten Belitung adalah kompensasi. Dari variabel karakteristik dan kepuasan kerja yang berhubungan setelah diuji secara bersamasama (simultan) ada tiga variabel yang signifikan yaitu kompensasi, hubungan dengan rekan kerja dan pengawasan. Dan variabel yang memiliki hubungan yang paling dominan adalah pengawasan. Kata kunci: Kinerja Pegawai, Karakteristik, Kepuasan kerja, Pegawai
This study is quantitative research using cross sectional design to know the relationship of characteristic and job satisfaction on performance of Public Health Care officer in Belitung Regency in 2017. The sample in this research is civil servant which is found in 9 (nine) PHC in Belitung Regency which amounts to 180 people. The results showed that the characteristic variables related to the performance of PHC employee in Belitung Regency were the last education. Job satisfaction variable related to performance of PHC employee of Belitung Regency is compensation. The variable of characteristics and job satisfaction are related after tested together (simultaneous) there are three significant variables are compensation, relationship with colleagues and supervision. And the variable that has the most dominant relationship is supervision. Key words: Employee Performance, Characteristic, Job Satisfaction, Employee
Read More
This study is quantitative research using cross sectional design to know the relationship of characteristic and job satisfaction on performance of Public Health Care officer in Belitung Regency in 2017. The sample in this research is civil servant which is found in 9 (nine) PHC in Belitung Regency which amounts to 180 people. The results showed that the characteristic variables related to the performance of PHC employee in Belitung Regency were the last education. Job satisfaction variable related to performance of PHC employee of Belitung Regency is compensation. The variable of characteristics and job satisfaction are related after tested together (simultaneous) there are three significant variables are compensation, relationship with colleagues and supervision. And the variable that has the most dominant relationship is supervision. Key words: Employee Performance, Characteristic, Job Satisfaction, Employee
T-5089
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Sulaeman; Pembimbing: Mardiati Nadjib, Dumilah Ayuningtyas; Penguji: Ede Surya Darmawan, Sumijatun, Jusuf Kristianto
Abstrak:
Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang di lakukan di RSUD Kota Mataramtahun 2017 lebih dari 50% perawat merasakan kurang puas, hal ini dikhawatirkanmempengaruhi kinerja. Penelitian ini merupakan studi kasus denganpendekatan potong lintang untuk menganalisis hubungan antara karakteristikindividu, lingkungan kerja, kompensasi jasa pelayanan dengan kepuasankerja perawat. Jumlah responden sebanyak 290 orang yang memenuhi kriteriainklusi dan eklusi. Data kualitatif diperoleh dari wawancara dengan informanWadir Umum dan Keuangan,Wadir Pelayanan Medik dan Keperawatan, KepalaBidang Keperawatan, Kepala Bagian Umum, Ketua Komite Keperawatan, KepalaRuangan dan 5 orang perawat.
Hasil studi menunjukkan terdapat hubungan antarakarakteristik individu, lingkungan kerja, kompensasi jasa pelayanan dengankepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat perlu ditingkatkan lagi denganmemperhatikan lingkungan kerja yang baik, karakteristik individu dankompensasi jasa pelayanan. Lingkungan kerja dengan risiko tinggi diharapkanmenjadi bagian dari penilaian jenjang karir dan remunerasi.
Kata kunci : kepuasan kerja perawat, karakteristik individu, lingkungankerja, kompensasi jasa pelayanan
Read More
Hasil studi menunjukkan terdapat hubungan antarakarakteristik individu, lingkungan kerja, kompensasi jasa pelayanan dengankepuasan kerja perawat. Kepuasan kerja perawat perlu ditingkatkan lagi denganmemperhatikan lingkungan kerja yang baik, karakteristik individu dankompensasi jasa pelayanan. Lingkungan kerja dengan risiko tinggi diharapkanmenjadi bagian dari penilaian jenjang karir dan remunerasi.
Kata kunci : kepuasan kerja perawat, karakteristik individu, lingkungankerja, kompensasi jasa pelayanan
B-2033
Depok : FKM UI, 2018
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Leni Kuswandari; Pembimbing: Jaslis Ilyas; Penguji: Anhari Achadi, Pujiyanto, Ita Astit Karmawati, Jusuf Kristianto
Abstrak:
Area Reformasi Birokrasi gelombang II diantaranya reformasi di bidang peraturan perundangan dan sumber daya manusia aparatur. Terbitnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) menginisiasi program peningkatan kompetensi ASN sebagai salah satu syarat pengembangan karir (sistem merit). UU 5/2014 mengamanatkan pengembangan kompetensi sebagai hak tiap ASN yang berimplikasi kepada kewajiban tiap instansi pemerintah untuk menyelenggarakan pengembangan kompetensi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes adalah bagian ASN yang berperan penting dalam mewujudkan lulusan poltekkes yang kompeten dan sesuai kebutuhan. Fakta di lapangan masih dijumpai permasalahan terkait kualifikasi dan kompetensi dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes. Terbitnya UU 5/2014 ini hendaknya menjadi momentum bagi Poltekkes Kemenkes dalam menyelenggarakan pengembangan kompetensi dosen dalam rangka peningkatan mutu layanan pendidikan secara keseluruhan. Untuk itu menarik ditelaah bagaimana penyelenggaraan pengembangan kompetensi ASN Jabfung Dosen di lingkungan Poltekkes Kemenkes dalam kerangka kajian UU 5/2014. Lokus penelitian adalah Prodi D3 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jakarta I. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data berupa in-depth interview, foccus group discussion, telaah terhadap dokumen dan studi literatur. Hasil penelitian didapatkan bahwa pengembangan kompetensi dosen di Prodi D3 Jurusan Keperawatan Gigi Poltekkes Kemenkes Jakarta 1 belum sepenuhnya direncanakan dengan baik. Belum ada proses analisis kebutuhan pengembangan kompetensi dosen mengakibatkan pelaksanaan pengembangan kompetensi bersifat pasif dan kurang terarah. Evaluasi pada tahap penilaian peningkatan kompetensi dan peningkatan kinerja dosen belum dilakukan, hanya pencatatan dan pelaporan. Rekomendasi: penguatan dukungan sumber daya yaitu SDM, instrument kebijakan, sarana prasarana, dan anggaran; penguatan koordinasi UP3K, manajemen kepegawaian dan unit terkait dalam analisis kebutuhan pengembangan kompetensi; pengembangan system informasi yang terintegrasi untuk memperkuat dokumentasi dan sistem pemutakhiran data; dan konsistensi pelaksanaan tiap tahapan pengembangan kompetensi dosen (perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
Read More
T-5510
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Wowor, Yuliana Helena Elisabeth; Pembimbing: Vetty Yulianty Permanasari; Penguji: Ede Surya Darmawan, Mieke Savitri, Jusuf Kristianto, Roestri Nurwulan
Abstrak:
Latar belakang: Praktik peresepan yang baik merupakan bagian penting dari penggunaan obat yang rasional. Persentase resep dengan injeksi merupakan salah satu indikator penggunaan obat WHO. Persentase resep dengan injeksi di RS St. Carolus pada tahun 2016 mencapai 56%. Hasil ini lebih tinggi dari yang direkomendasikan. Hal ini menimbulkan pertanyaan faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan peresepan obat injeksi. Tujuan: Tujuan penelitian ini adalah mengetahui gambaran penggunaan obat injeksi dan pengendalian penggunaannya, serta penerapan kebijakan tentang obat injeksi di Unit Rawat Inap RS St. Carolus. Metode: Penelitian ini merupakan studi kuantitatif dengan metode cross-sectional dan studi kualitatif deskriptif. Penggalian informasi lebih lanjut dilakukan dengan melakukan penelitian kualitatif untuk melengkapi penelitian kuantitatif. Hasil: Faktor-faktor yang berhubungan dengan peresepan injeksi secara statistik adalah diagnosis serta panduan praktik klinis (PPK) dan clinical pathway (CP). Kebijakan Pelayanan Farmasi RS St. Carolus tidak membahas secara khusus mengenai pengendalian obat injeksi. Sosialisasi kebijakan ini pun belum optimal, begitu pula dengan sosialisasi PPK dan CP. Tenaga apoteker klinis yang ada belum mencukupi kebutuhan. Peran Panitia Farmasi dan Terapi di RSSC saat ini lebih kepada sistem formularium. Kesimpulan: Persentase pasien rawat inap RS St. Carolus periode Januari- Maret 2019 yang diresepkan obat dengan sediaan injeksi sebesar 85.7%. Kebijakan penggunaan obat injeksi yang ada saat ini tercantum dalam Kebijakan Pelayanan Farmasi, dimana didalamnya hanya terdapat prosedur peresepan. Tidak ada kebijakan khusus penggunaan obat injeksi. Prosedur pengendalian obat yang tertuang dalam kebijakan atau pedoman belum dimiliki oleh RS St. Carolus. Oleh karena itu diperlukan kombinasi intervensi dalam bentuk kebijakan dan edukasi untuk mengendalikan penggunaan obat injeksi di Unit Rawat Inap RS. St. Carolus.
Read More
B-2083
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Arismen; Pembimbing: Amal Chalik Sjaaf; Penguji: Wahyu Sulistiadi, Ede Surya Darmawan, Jusuf Kristianto, Vitrie Winastri
B-2093
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Cici Lia Nopita; Pembimbing: Mardiati Nadjib; Penguji: Dumilah Ayuningtyas, Ede Surya Darmawan, Indah Rosana Djajadireja, Jusuf Kristianto
Abstrak:
Menurunnya utilisasi Klinik CST disebabkan oleh kurangnya komitmen, monitoring dan evaluasi terutama dari pimpinan rumah sakit terhadap klinik CST, Implementasi kebijakan dan prosedur layanan CST belum optimal dan sumber daya manusia belum sesuai standar kompetensi. Perlunya monitoring dan evaluasi terjadwal dan kontinyu terhadap pelaksaan SPO bekerjasama dengan tim PMKP, koordinasi dengan dinas kesehatan dan PKVHI untuk pelatihan petugas CST, analisis beban kerja perawat dan petugas rekam medis, merevisi Surat Keputusan Direktur RS terkait nama ketua tim CST, advokasi Pemda untuk kejelasan kebijakan terkait layanan CST dan meningkatkan anggaran layanan HIV di rumah sakit, perlu pemahaman prosedur pengklaiman layanan CST bagi ODHA peserta JKN. Meningkatkan kerjasama dengan mitra kerja terkait
Read More
B-2094
Depok : FKM-UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Nenda Wulandari Nurzakiah; Pembimbing: Evi Martha; Penguji: Besral, Dadan Erwandi, Rahmadewi, Jusuf Kristianto
Abstrak:
Tesis ini membahas hubungan pemeriksaan kesehatan masa nifas dengan penggunaan metode kontrasepsi jangka panjang dikontrol dengan variabel kovariat yaitu usia, pendidikan, pekerjaan, status ekonomi, daerah tempat tinggal, jumlah anak ideal, pengambilan keputusan dan keterpaparan informasi pada wanita usia subur di Indonesia dengan menganalisis data sekunder SDKI tahun 2017. Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan hasil analisa univariat dan bivariat. Hasil penelitian yaitu sebagian besar responden menggunakan KB jenis Non-MKJP yaitu sebesar 78,0%; responden paling banyak melakukan pemeriksaan kesehatan masa nifas pada periode late postpartum; terdapat perbedaan risiko dari variabel usia, keputusan penggunaan KB, status pekerjaan, tingkat pendidikan dan keterpaparan informasi dengan penggunaan jenis KB; tidak terdapat perbedaan risiko dari variabel status ekonomi dan jumlah anak ideal dengan penggunaan jenis KB; pemeriksaan kesehatan masa nifas tidak mempunyai pengaruh terhadap penggunaan jenis KB (nilai-p >0,05). Peningkatan konseling kontrasepsi secara individu sejak awal perlu dilakukan terutama pada masa perencanaan kehamilan hingga masa nifas agar meningkatnya penggunaan MKJP khususnya KB pascasalin sehingga berkurangnya unmetneed dan angka kejadian kehamilan tidak diinginkan
Read More
T-6431
Depok : FKM-UI, 2022
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
Milya Timeida; Pembimbing: Kurnia Sari; Penguji: Mardiati Nadjib, Vetty Yulianty Permanasari, Amila Megraini, Jusuf Kristianto
Abstrak:
Latar belakang: Berdasarkan data dari Poli Gigi Rumah Sakit Daerah Kolonel Abunjani Bangko banyak terdapat kasus pulpitis dan abses, dimana untuk penanganan kasus tersebut dengan melakukan tindakan perawatan saluran akar agar gigi dapat dipertahankan. Artinya banyak income yang dapat masuk ke rumah sakit bila perawatan saluran akar tersebut di laksanakan dengan baik. Selain itu tarif yang berlaku saat ini di Poli Gigi Rumah Sakit Daerah Kolonel Abundjani Bangko masih berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2011, khusus untuk tindakan perawatan saluran akar adalah sebesar Rp20.000,- per kunjungan, dimana penentuan tarif di rumah sakit ini masih menggunakan pendekatan historikal dengan berdasarkan pengalaman penetapan tarif yang lalu dan belum memperhitungkan besarnya biaya satuan. Hal ini menyebabkan adanya kesenjangan tarif yang berlaku dengan kondisi saat ini. Maka rumah sakit sangat membutuhkan input dalam bentuk informasi yang lengkap tentang perhitungan biaya satuan khususnya untuk tindakan perawatan saluran akar agar dapat dijadikan dasar untuk penetapan tarif rumah sakit.
Tujuan: Membandingkan aktivitas yang dilakukan dalam tindakan perawatan saluran akar sesuai dengan standar operasional prosedur dan mendapatkan biaya satuan perawatan saluran akar dengan diagnosa pulpitis irreversible dan diagnosa abses di poli gigi rumah sakit.
Metode: Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif observasional, dimana penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan menganalisis biaya satuan perawatan saluran akar sesuai standar operasional prosedur. Sumber data menggunakan data primer berupa observasi dan data sekunder dari rumah sakit. Perhitungan biaya menggunakan metode Activity Based Costing.
Hasil: Berdasarkan hasil observasi aktivitas tindakan perawatan saluran akar di rumah sakit ini sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku. Hasil perhitungan biaya satuan untuk diagnosa pulpitis irreversible sebesar Rp294,159,- dan untuk diagnosa abses sebesar Rp385,352,-.
Kesimpulan: Pada saat mengerjakan kasus pasien dengan dengan diagnosa pulpitis irreversible dan diagnosa abses, aktivitas perawatan saluran akar yang dilakukan sudah sesuai dengan standar operasional prosedur perawatan saluran akar yang saat ini diterapkan dirumah sakit. Untuk hasil perhitungan biaya satuan di rumah sakit ini, untuk diagnosa abses lebih besar dari diagnosa pulpitis irreversible, karena pada diagnosa abses dilakukan tiga kali kunjungan. Dari perhitungan biaya langsung di poli gigi dan biaya tidak langsung di unit penunjang terlihat bahwa biaya langsung di poli gigi lebih besar. Pelayanan kesehatan gigi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit, untuk itulah manajemen rumah sakit harus dapat meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dari sisi sarana dan prasarana, sehingga dapat menjadikan salah satu pusat pendapatan rumah sakit
Background: Based on data from the Dental Polyclinic of Kolonel Abundjani Regional Hospital has a lot of cases of pulpitis and abescess, which are used to treat these cases by taking root canal treatment so that the teeth can be maintained. It means a lot of income that can go to the hospital if the root canal treatment is carried out properly. Orther than that the current tarriff at Dental Polyclinic of Kolonel Abundjani Regional Hospital is still based on Peraturan Daerah (Regional Regulation) Number 8 Year 2011. For root canal treatment, particulary, the tarrif is Rp. 20,000.- per visit, whose estimation is still based on historical approach by considering previous experiences in tarrifing, but without considering the calculation of its actual unit costs. This results in a gap between the tarrif the current situation. Therefore, hospitals are in needs of inputs in form of complete information on unit cost analysis, especially for root canal treatment, that can be used as a basis for tariffing estimation in hospitals.
Objectives: To compare the activities involved in root canal treatment with the standard operational procedures, and to estimate the unit costs for root canal treatment with irrereversible pulpitis diagnosis and abscess diagnosis in Dental Polyclinic of a hospital.
Method: This research is an observational descriptive research. This case study aimed at analyzing the unit costs of root canal treatment according to Standard Operational Procedure. The primary data were collected from observations, while the secondary data were from the hospital. The calculation of the tarrif implemented Activity Based Costing
Results: Based on the observation, the activities involved with root canal treatment has been in compliance with the standard operational procedures. Based on the analysis, the unit costs for Irreversible Pulpitis diagnosis is Rp294,159,- and the unit costs for Abscess diagnosis is Rp385,352,-
Conclusion: In the treatments of patients with irreversible pulpitis and abscess diagnoses, the activities involved have been in compliance with standard operational procedure of root canal treatment regulated by the hospital. As for the calculation of the unit costs for the treatment in the hospital, it is found that the cost for abscess diagnosis is higher than irreversible pulpitis diagnosis because the abscess treatment is conducted in three visits. From the calculation of the direct costs in Dental Polyclinic and indirect costs in supporting units, it is found that the direct cost in Dental Polyclinic is higher. Dental health services are an integral part of hospital services, for this reason hospital management must be able to improve dental health services in terms of facilities and infrastructure, so that it can make one of the centers of hospital income
Read More
Tujuan: Membandingkan aktivitas yang dilakukan dalam tindakan perawatan saluran akar sesuai dengan standar operasional prosedur dan mendapatkan biaya satuan perawatan saluran akar dengan diagnosa pulpitis irreversible dan diagnosa abses di poli gigi rumah sakit.
Metode: Penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif observasional, dimana penelitian ini merupakan studi kasus yang bertujuan menganalisis biaya satuan perawatan saluran akar sesuai standar operasional prosedur. Sumber data menggunakan data primer berupa observasi dan data sekunder dari rumah sakit. Perhitungan biaya menggunakan metode Activity Based Costing.
Hasil: Berdasarkan hasil observasi aktivitas tindakan perawatan saluran akar di rumah sakit ini sudah sesuai dengan standar operasional prosedur yang berlaku. Hasil perhitungan biaya satuan untuk diagnosa pulpitis irreversible sebesar Rp294,159,- dan untuk diagnosa abses sebesar Rp385,352,-.
Kesimpulan: Pada saat mengerjakan kasus pasien dengan dengan diagnosa pulpitis irreversible dan diagnosa abses, aktivitas perawatan saluran akar yang dilakukan sudah sesuai dengan standar operasional prosedur perawatan saluran akar yang saat ini diterapkan dirumah sakit. Untuk hasil perhitungan biaya satuan di rumah sakit ini, untuk diagnosa abses lebih besar dari diagnosa pulpitis irreversible, karena pada diagnosa abses dilakukan tiga kali kunjungan. Dari perhitungan biaya langsung di poli gigi dan biaya tidak langsung di unit penunjang terlihat bahwa biaya langsung di poli gigi lebih besar. Pelayanan kesehatan gigi merupakan bagian integral dari pelayanan rumah sakit, untuk itulah manajemen rumah sakit harus dapat meningkatkan pelayanan kesehatan gigi dari sisi sarana dan prasarana, sehingga dapat menjadikan salah satu pusat pendapatan rumah sakit
Background: Based on data from the Dental Polyclinic of Kolonel Abundjani Regional Hospital has a lot of cases of pulpitis and abescess, which are used to treat these cases by taking root canal treatment so that the teeth can be maintained. It means a lot of income that can go to the hospital if the root canal treatment is carried out properly. Orther than that the current tarriff at Dental Polyclinic of Kolonel Abundjani Regional Hospital is still based on Peraturan Daerah (Regional Regulation) Number 8 Year 2011. For root canal treatment, particulary, the tarrif is Rp. 20,000.- per visit, whose estimation is still based on historical approach by considering previous experiences in tarrifing, but without considering the calculation of its actual unit costs. This results in a gap between the tarrif the current situation. Therefore, hospitals are in needs of inputs in form of complete information on unit cost analysis, especially for root canal treatment, that can be used as a basis for tariffing estimation in hospitals.
Objectives: To compare the activities involved in root canal treatment with the standard operational procedures, and to estimate the unit costs for root canal treatment with irrereversible pulpitis diagnosis and abscess diagnosis in Dental Polyclinic of a hospital.
Method: This research is an observational descriptive research. This case study aimed at analyzing the unit costs of root canal treatment according to Standard Operational Procedure. The primary data were collected from observations, while the secondary data were from the hospital. The calculation of the tarrif implemented Activity Based Costing
Results: Based on the observation, the activities involved with root canal treatment has been in compliance with the standard operational procedures. Based on the analysis, the unit costs for Irreversible Pulpitis diagnosis is Rp294,159,- and the unit costs for Abscess diagnosis is Rp385,352,-
Conclusion: In the treatments of patients with irreversible pulpitis and abscess diagnoses, the activities involved have been in compliance with standard operational procedure of root canal treatment regulated by the hospital. As for the calculation of the unit costs for the treatment in the hospital, it is found that the cost for abscess diagnosis is higher than irreversible pulpitis diagnosis because the abscess treatment is conducted in three visits. From the calculation of the direct costs in Dental Polyclinic and indirect costs in supporting units, it is found that the direct cost in Dental Polyclinic is higher. Dental health services are an integral part of hospital services, for this reason hospital management must be able to improve dental health services in terms of facilities and infrastructure, so that it can make one of the centers of hospital income
B-2110
Depok : FKM UI, 2019
S2 - Tesis Pusat Informasi Kesehatan Masyarakat
☉
